0 Comments
Minggu (16/04/17) pukul 06.30 pagi kami sudah bersiap kembali pergi ke Pulau Rambut untuk kegiatan Jakarta Bird Walk (JBW) hari kedua. Cuaca mendung, hujan rintik-rintik sempat turun. Untungnya hujan tidak lama mereda. Walaupun langit masih tetap mendung tetapi enam anak-anak peserta JBW Pulau Rambut tahun ini tetap semangat untuk pengamatan.
Walaupun sudah dua kali ke Pulau Rambut aku belum pernah menemukan Ibis Rokoroko. Sehingga ketika mendengar bahwa kelompok yang kemarin menyusuri sisi barat berhasil melihat ibis, langsung aku putuskan untuk ikut kelompok yang ke barat hari ini. Untuk yang belum tahu, Ibis Rokoroko adalah burung berukuran besar, berwarna coklat, paruhnya panjang melengkung dan dari yang aku amati ia selalu terbang berkelompok. “Ayo Kay, besok hari selasa (17/01/17) kita ke Darungan, cari Seriwang Jepang,” kata Mas Swiss.
“Kenapa dibela-belain sampe pergi ke Darungan Mas Swiss? Cuman buat nyari satu burung,” tanyaku dengan penasaran. “Iya, burungnya ini catatan pertama untuk daerah Jawa Timur, siapa tahu kita bisa dapat fotonya,” jawab Mas Swiss. “Wah pasti seru banget nyari, aku bisa jadi salah satu yang pertama ngeliat di Jawa Timur, selain itu juga bisa ketemu banyak burung yang lain,” seruku dalam hati. Ranu Darungan yang berada di kawasan TNBTS (Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru) ini memakan waktu 4 jam perjalanan dari Kota Batu. Berangkat dari Malang sekitar pukul 15.00 kami sampai di sana pukul 19.00. Di saat kami hampir sampai, ada batang pohon yang tumbang dan perbaikan jalan yang membuat kami harus memutar jalan. Kami menginap di “RESORT RANU DARUNGAN,” jangan dipikir resort yang mirip hotel, resort yang ini adalah kantor Taman Nasional untuk kawasan Ranu Darungan. Ada beberapa kakak dari UMM (Universitas Muhamadiyah Malang) yang sedang kuliah lapangan, mereka tidur di rumah penduduk dekat resort. Selain itu ada juga Mas Ibunk, penjaga TNBTS juga tapi di daerah Coban Trisulo dan Mas Happy. Aku pertama kali bertemu dengan keduanya di Merapi Birdwatching Competition. Mas Happy bela-belain datang dari Surabaya untuk mencari Seriwang Jepang. Mas Ibunk dan Mas Happy sudah melihat burung itu kemarin, tetapi karena kami datang maka mereka memutuskan tinggal dua hari lagi. Melihat banyaknya orang yang datang, aku jadi makin penasaran dengan burung ini. Pak Tony, dialah yang membuat semua orang secepat mungkin datang ke Ranu Darungan. Ia berhasil mendapatkan foto burung tersebut dan menguploadnya di facebook pada tanggal 13 Januari 2017. Hari ini aku pergi ke Aula Simfonia Jakarta untuk menonton Konser Simfoni Negeriku oleh Twilite Orchestra. Twilite Orchestra adalah sebuah grup Simfoni Orkestra yang dipimpin oleh Addie MS. Addie MS adalah seorang dirigen. Ia pernah memimpin grup orkestranya di Sydney Opera House, Australia. Pada Sea Games 2012 aku menonton final sepakbola di GBK. Saat itu Indonesia kalah lewat adu penalti, aku sangat sedih. Tiba-tiba saat menuju mobil yang diparkir di salah satu gedung, ada seseorang yang berpapasan lalu menepuk punggungku, "Jangan sedih dek, Indonesia mainnya bagus kok" katanya. Ibu dan Tante Yani tampak heboh berdua melihat orang yang menepuk punggungku, sementara aku bingung siapa dia. Kata ibuku dia Addie MS, tapi aku tetap tidak tahu. Akhirnya sampai rumah aku langsung mencarinya di google, ternyata ia terkenal sekali. Alhamdulillah hari ini aku bisa menyaksikannya beraksi di atas panggung. Kedai Kopi Es Tak Kie
Pada hari Kamis (21/7) Tante Melly, Tante Inu, ibu dan aku pergi mengunjungi Kedai Kopi Es Tak Kie, warung yang sudah dibuka dari 1927. Aku curiga jangan-jangan tokoh Sumpah Pemuda dulu minum kopi di sini. Letaknya yang tersembunyi di dalam pasar tidak membuat sedikit pengunjung yang datang, bahkan Pak Jokowi pernah mengunjungi tempat ini. Saat aku datang ada 6-7 meja yang terisi, mereka menikmati kopi ditemani nasi campur atau bakmie yang dijajakan penjual di depan kedai. Sesekali tercium bau babi rebus dari depan. Aku beruntung sekali karena beberapa saat setelah minuman datang, kopi yang dijual sudah habis. Asam, manis, dan pahit yang dicampur dengan tepat meninggalkan kesan tersendiri di mulut. Kata ibu rasa kopinya seperti Nescafé dingin yang dulu sering nenek buat. Sementara itu Es Kopi Hitam juga tidak kalah enaknya, tetapi terlalu banyak gula. Sediakan Rp. 15.000 untuk menikmati Es Kopi Hitam dan Rp. 17.000 untuk Es Kopi Susu. Jika ingin membuatnya di rumah kamu bisa membeli kopi yang sudah dibuat menjadi bubuk. Kopi Es Tak Kie berada di Kawasan Pecinan, Petak Sembilan, Kota Tua. Jangan sampai datang setelah jam 2 siang karena mereka sudah tutup. Soto Tangkar Pak H. Diding Walaupun sudah minum kopi yang sangat enak, aku belum makan siang, maka aku pun melanjutkan dengan makan Soto Tangkar yang sudah melegenda. Lokasinya yang terletak di Pasar Pagi, Kota Tua membuatku bisa mencapainya dengan berjalan kaki. Pada hari Sabtu (16/7) aku sempat pergi ke tempat ini tetapi Pasar Pagi penuh sekali dengan orang, jalan tertutup oleh orang-orang yang sibuk mencari buku untuk hari pertama sekolah. Walaupun sampai di tempat Soto Tangkar berjualan, tapi kami tidak makan karena sudah terjual habis. Dengan tujuan yang sama aku kembali ke Soto Tangkar Pak H. Diding. Walaupun memiliki bangunan sendiri tapi sangatlah sempit bentuk ruangannya seperti huruf P dengan luas 3 meter x 2 meter. Tanpa kipas membuat orang-orang yang berada di dalam kepanasan, aku berada di ujung sempit huruf P dan membuatku hampir pingsan. Alhamdullilah soto tangkar yang dipesan datang sebelum aku pingsan sehingga aku mendapat energi kembali. Sotonya sangat enak, daging yang ada di dalam soto empuk, bumbunya pun meresap ke daging dengan sangat sempurna, dan kuahnya luar biasa. Jika dibandingkan dengan soto tangkar yang pernah aku coba, ini adalahnya juaranya, asin dan campuran rempahnya pas. Setelah mencoba sate kuah, kembali aku mengacungi dua jempol. Kedai ini didirikan oleh Alm. H Diding, pada 1965, beliau meninggal pada 1998 dan memberikan resep soto tangkarnya kepada anak-anaknya. Kedai ini juga ada di beberapa kota di Jawa Barat seperti Bogor dan Garut. Kedai yang di Pasar Pagi di kelola oleh H. Tatang walaupun masih tampak muda tapi ia sudah bisa mengelolanya. Ia dibantu 5 orang untuk keperluan memasak, belanja, cuci piring dll. Hal yang paling membuatku kagum adalah kedai ini tidak menggunakan MSG, karena menurutnya tanpa MSG dulu juga sudah enak, kenapa sekarang harus pakai. Ayo temukan warung ini di tengah Pasar Pagi, Kota Tua yang padat. Warung ini berada di salah satu gang di sebelah kanan jika datang dari Museum Bank Mandiri. Jika tetap tidak menemukan warung ini gunakan mulut untuk bertanya ke orang sekitar. Hari ini aku menemani ibu pergi ke pasar dalam rangka persiapan lebaran. Tahun ini lebaran dirayakan di rumah, jadi banyak yang harus disiapkan jauh-jauh hari. Tukang Sayur yang biasanya lewat di depan rumah sudah pulang kampung dari beberapa minggu yang lalu. Jadi tidak ada pilihan lain selain ke Pasar Simpang yang terletak di depan Stasiun Buaran.
Pasar yang kumuh dan bau busuk adalah hal yang pertama terlintas dalam pikiranku saat diajak ibu. Ternyata pasar yang aku datangi ini memang kumuh tetapi bau rempah-rempah yang dicampur oleh penjual di pasar membuatku lapar. Selama aku di sana tidak tercium sedikit pun bau busuk. Pasar yang ini berbeda dengan Pasar Rawamangun, karena di sini hanya ada 7 penjual sementara di Rawamangun banyak sekali yang berjualan. Walaupun kecil tetapi kita bisa menemukan banyak barang untuk keperluan sehari-sehari terutama bahan makanan. Datang di dekat lebaran membuatku menemui bungkus ketupat yang dijajakan di beberapa lapak. Ketujuh penjual yang ada di pasar berjualan barang yang berbeda-beda. Ada yang berjualan santan, daging, sayur, sosis, dan bumbu untuk makanan yang sudah diracik oleh si penjual. Salah satu ibu dari anak yang berkunjung ke GARASI berjualan di pasar juga. Di sana harga sayur ada di kisaran Rp. 3.000 sampai Rp. 30.000. Walapun yang dijual bermacam-macam di pasar semua penjual menggunakan timbangan yang sama. Timbangan ini memiliki 2 nampan besi, yang satu untuk barang yang kita beli dan satu lagi untuk besi yang dipakai sebagai penghitung berapa berat belanjaan kita, bentuk dari besi itu adalah balok, berat balok berbeda-beda ada yang 1/4 kilogram, 1/2 kilogram dan 1 kilogram. Hal yang paling aku kagumi dari penjual di pasar adalah mereka tidak memiliki daftar harga, semua barang yang tersedia di lapaknya dia hafal harganya. Pembeli di pasar tampaknya hanya ada satu yaitu ibu rumah tangga, aku tidak menemukan bapak-bapak yang berbelanja selama aku di pasar. Oh iya jika ingin pergi ke pasar jangan pergi setelah sholat dzuhur karena barang yang dijual biasanya sudah habis, bahkan terkadang lapak sudah tutup. Pada tanggal 4-5 Februari 2016 aku mengikuti Konferensi Peneliti & Pemerhati Burung di Indonesia ke 2 yang berlangsung di Universitas Atmajaya, Yogyakarta. Di konferensi aku presentasi tentang Pengamatan Burung di Dukuh Banjarharjo 1. Selama konferensi aku tinggal di basecamp KBP Bionic. Usai konferensi, aku diajak kakak-kakak mengamati burung di Taman Nasional Gunung Merapi pada tanggal 6-7 Februari 2016. Aku bersama 12 orang lainnya menginap di Resort Tlogo Nirmolo, Merapi. Kami sampai di sana sekitar pukul 16.00 WIB dan langsung pengamatan. Info dari Mas Irwan penjaga Taman Nasional Gn Merapi, 5 menit yang lalu baru saja ditemukan Anis Hutan. Kami pun langsung buru-buru pergi ke tempat yang dimaksud, karena takut burungnya sudah pergi. Ternyata burung tersebut masih ada dan sedang asyik difoto oleh beberapa orang.
Setelah itu kami mengobrol ternyata di daerah Plawangan tadi ada burung Uncal Loreng yang sedang bersarang, lokasinya sangat mudah dicapai tetapi karena sudah malam kita merencanakan untuk besok pagi mengamati di daerah Plawangan. Malam harinya ada pengamatan malam, tetapi aku sudah terlalu lelah sehingga sudah tertidur dari pukul 21.00 WIB. Sementara pengamatan malam dilakukan pukul 22.00 WIB. Keesokan paginya kami kembali mencari Anis Hutan, karena kemarin belum mendapatkan foto yang bagus. Baru saja keluar, aku, Mas Imam, dan Mas Irwan disambut oleh gerombolan Perling Kumbang dan Perling Kecil. Di tengah-tengah gerombolan ada satu burung yang berbeda, karena memiliki jambul dan bercak putih di pipi, setelah ditanyakan ke Mas Imam nama burung tersebut adalah Raja-perling Sulawesi, walaupun burung ini endemik Sulawesi tetapi ada di Merapi. Ini diduga burung yang lepas dari sangkar seseorang. Dari situ kami pergi kembali ke air terjun untuk melihat apakah ada Meninting Besar. Belum sampai air terjun kami sudah ditelpon Kak Sigit karena ada sepasang Meninting Kecil di bawah, saat sampai di bawah menintingnya sudah pergi. Kami pun jalan-jalan berkeliling parkiran, ada burung datang. Warnanya abu-abu dengan kepala berwarna kuning, menurut Mas Imam itu adalah Kicuit Batu yang terkadang muncul di Merapi. Setelah pengamatan di Tlogo Nirmolo, sekitar pukul 10.00 WIB kami pergi untuk pengamatan di Goa Jepang. Setiap dua tahun sekali ada lomba pengamatan burung (birdrace) di Goa Jepang, rencananya tahun ini diadakan juga. Kami berjalan ke atas tetapi sayang tidak terlalu banyak burung yang ditemui. Setelah spotting di tempat terjauh yang bisa dicapai, kami mendapat lumayan banyak, Sepertinya dengan spotting burung lebih banyak yang teramati. Pada pengamatan kali ini aku mencari Walik Kepala Ungu, Sebelumnya aku sudah tiga kali pergi ke Goa Jepang tapi belum sekalipun aku bertemu dengan burung yang satu ini. Tetapi akhirnya di tengah hujan besar burung itu sempat tengger sebentar setelah itu terbang menuju hutan. Kami selesai pengamatan sekitar pukul 13.00 WIB, beberapa kakak lanjut pergi untuk mengikuti acara birdbanding, sisanya pulang ke rumah masing-masing. Total kami menemukan 55 jenis burung, aku juga menemukan 16 jenis yang baru aku lihat alias lifer. Terima kasih untuk Mas Imam yang sudah nemenin Kaysan ke Merapi, dan terima kasih untuk semua kakak-kakak yang nemenin dan bantuin Kaysan selama di Jogja. Big Year adalah sebutan untuk catatan setiap jenis burung yang ditemui dalam setahun. Kak Eci adalah orang yang mengajakku untuk mulai mencatat burung yang terlihat. Walaupun mulai mengamati secara rutin sejak 2013, tetapi aku belum mempunyai inisiatif untuk mencatat. Aku mulai semangat setelah di 2014 aku melihat banyak burung, dan jika tidak dicatat maka akan lupa. Jadi aku memutuskan untuk membuat resolusi untuk membuat Big Year 2015 sekaligus lifelist. Apalagi dapat tantangan juga dari Om Ady Kristanto untuk membuat Big Year 2015. Target awalku untuk Big Year 2015 hanya melihat sebanyak-banyaknya burung, maka pencatatan big year pun dimulai. Selain dicatat aku juga mulai belajar untuk mendokumentasikan dengan kamera, untuk tulisan tentang kamera ada di di sini. Kameralah yang membuatku sangat semangat untuk mencari burung. Today we make egrang. We make egrang from zero to finally. To make egrang not hard but no easy. Egrang is traditional toys from Indonesia. I and Bagas can play Egrang after practice one day. My friend Imat can play Egrang were as high two meters. First time I trying Egrang, I fail and fall but I keep trying and can play Egrang. |
KATALOG KARTUGenius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration. Tentang AkuNamaku Kaysan. Belajar melalui pengamatan alam, perjalanan, dan berinteraksi dengan banyak orang.
Menyimpan jurnal perjalanan dan foto. Berbagi cerita lewat blog ini, instagram, dan video #OASEmenit KategoriPROJEK 2020
Kelas Rahasia Di Balik Gambar Kelas Menulis Kak Irma Kelas Filsafat #MasaPandemi BURUNG Lifelist JBW Birdrace #AmatiJakarta KLUB OASE Pramuka OASE Media Juru Rupa PERJALANAN Australia 2014 Banyumas 2019 Cirebon 2014 Garut 2014 Kupang 2017 Lombok 2016 Malang 2017 Sumba Yogyakarta Sehari Arsip
September 2021
Indeks
All
|