Saat akan pulang ke Jakarta ada pertandingan final voli yang sangat ditunggu-tunggu oleh satu Desa Muntuk, nama kejuaraannya adalah Pandhu Naga Cup 2. Di sini voli adalah olahraga yang sangat digemari oleh warga. Jagoan Dukuh Banjarharjo 1 adalah Leo Sukardi, dia adalah pemain klub Ganevo Yogyakarta, Tim Banjarharjo 1 bernama Ceme Putra, artinya Ceme adalah Oyong, jadi jika menggunakan bahasa Indonesia kira-kira artinya Oyong Putra. Dinamakan Ceme karena di Banjarharjo banyak sayur oyong yang tumbuh. Kampung yang lain juga ada yang namanya Desa Terong. Pertandingan voli diadakan malam mulai dari pukul 19.30 sampai selesai. Satu hari bisa dilangsungkan dua pertandingan, biasanya pertandingan terakhir selesai tengah malam. Pada perempat final aku tidak menonton Ceme, karena Ceme bertanding di jam yang kedua pukul 22-00. Di perempat final Ceme berhasil menang dengan skor 3-0. Di semifinal (29/10/15) Ceme bertanding di jam pertama, aku pun menonton. Walau hanya semifinal tetapi penonton mencapai 2.500 orang. Bahkan panitia sampai mendapat 15 juta dari penjualan tiket yang dihargai 6 ribu per orang. Di semifinal Ceme pun berhasil menang lagi dengan skor 3-0. Partai final yang sangat dinantikan berlangsung selang 1 hari dari semifinal (31/10/15). Dari pukul 18.30 saja semua bangku sudah terisi penuh, aku saja tidak mendapat tempat duduk. Akhirnya kami memutuskan untuk gelar tikar di luar stadion dikarenakan stadion sudah pengap. Lagipula kami juga baru bermain di jam yang kedua. Saat jam kedua kami bingung bagaimana cara masuk kedalam stadion, kucing saja susah untuk masuk. Untung ada Pak Dukuh, beliau mengajak kami menonton dari kursi panitia yang ada di sebelah kiri lapangan. Akhirnya kami ikut, dan di dalam sangat-sangat penuh. Beberapa yang tidak mendapat tempat, bahkan sampai memanjat pohon. Akhirnya pertandingan yang sangat seru berakhir, dan Ceme untuk pertama kalinya keluar sebagai juara satu.
0 Comments
Presentasi akhir seluruh pesanggrah BPR 2015 dilakukan hari minggu (13/12/15). Aku kembali ke BPR untuk ikut acara ini. Acara dimulai setelah makan siang. Seluruh pesanggrah dikenalkan kepada para undangan yang datang dari Yogya oleh Om Antariksa. Aku dapat giliran pertama. Aku bercerita tertarik mengikuti Program Pesanggrahan di BPR karena ingin berkenalan dengan anak-anak yang tinggal di sekitar BPR dan menyebarkan virus mengamati burung (birdwatching). Aku ingin teman-teman yang baru kukenal jadi mengenali burung-burung di sekitar tempat tinggalnya. Aku pertama kali diajak pengamatan burung oleh Om Ady Kristanto, Peta Hijau Jakarta, tahun 2007. Lalu rutin mengamati di taman/hutan kota yang tersisa di Jakarta bersama kakak-kakak dari Jakarta Bird Walk sejak tahun 2013 dan aktif memotret burung liar sejak awal tahun 2015. Di Jakarta aku sangat senang mengamati di sekitar rumah, karena jika kita amati setiap hari, terkadang bisa menemukan beberapa jenis burung yang baru. Apalagi dengan lingkungan BPR yang ditumbuhi banyak pohon, pasti dapat ditemukan banyak jenis burung pikirku saat merencanakan kegiatan. Seru dan asyiknya pengamatan bersama teman-teman yang baru kukenal dapat dibaca dalam buku kumpulan tulisan “Cerita-cerita dari Ceme”. Sedangkan catatan proses dan hasil pengamatan burung didokumentasikan dalam “Buku Panduan dan Aktivitas: Pengamatan Burung Liar di Banjarharjo 1”. Buku Panduan dan Aktivitas Pengamatan Burung Liar di Banjarharjo 1Pada saat presentasi akhir aku membagikan “Buku Panduan dan Aktivitas: Pengamatan Burung Liar di Banjarharjo 1” kepada teman-teman Banjarharjo 1. Buku ukuran A6 ini sudah aku siapkan dari Jakarta dengan banyak dibantu ibu. Isinya selain catatan proses dan hasil pengamatan yang sudah dilakukan, juga ada panduan agar teman-teman Banjarharjo 1 bisa mengamati burung liar sendiri. Dalam buku tsb ada stiker 18 jenis burung liar di Banjarharjo 1 yang indah sekali. Stiker itu dibuat dari sketsa tangan karya Kak Ratih Dewanti. Kak Ratih menggambarnya dengan pensil warna dan cat air. Sayang Kak Ratih Dewanti tidak bisa datang ke acara presentasi akhir ini. Tapi aku senang sekali Kak Imam (Kutilang Indonesia), Kak Abid, dan Kak Ratih Sukmaresi (Bionic UNY), pengamat burung pendampingku selama kegiatan di BPR bisa datang. Kartu Memori Burung Liar di Banjarharjo 1Sketsa Kak Ratih Dewanti juga dibuat kartu memori dan dimainkan bersama teman-teman, kakak-kakak, dan undangan yang datang ke presentasi akhir. Permainan kartu memori ini adalah salah satu permainan yang sangat disukai teman-teman yang sering datang ke Taman Baca GARASI di Jakarta. Cara mainnya adalah menyusun kartu dalam posisi tertutup. Lalu bergiliran membuka dua kartu sembarang dan memperhatikan gambarnya. Bila cocok maka kartu diambil, bila tidak kartu ditutup lagi. Pemenangnya adalah yang paling banyak mendapat kartu yang sama gambarnya. Perlu memori yang kuat untuk ingat posisi kartu yang dibuka. Waktu dicoba sehari sebelumnya dicoba, kelihatannya makin tua pemain makin sedikit kartu yang didapat. Jadi saat acara presentasi akhir, aku buka lapak yang diberi nama "CEK UMUR". Undangan bisa cek umur dengan main kartu memori Burung-burung di Banjarharjo 1 :-). Aku juga senang sekali saat presentasi akhir ada Tante Melly dan Inu, pemilik Si Woles Sewa Sepeda Yogya Tiap kali ke Yogya, ibu dan aku pasti menginap di Omah Wolesan milik mereka. Juga Tante Tia dan Om Wira yang pas sedang kerja di Yogya. Terima kasih ya...
Tulisan ini dalam versi yang sudah disunting diterbitkan dalam Buku "Cerita-cerita dari Ceme", sebuah kolaborasi yang diinisiasi Kak Christian 'Dicky' Senda (Penulis dari Kupang dan Pesanggrah BPR 2015). Ceme adalah nama lain dari Dukuh Banjarharjo 1, yang artinya oyong. Gambar sampul buku adalah salah satu sketsa yang aku buat saat tinggal di BPR. *** Namaku Kaysan, hobi mengamati burung liar membawaku sampai ke Bumi Pemuda Rahayu (BPR). Aku tinggal di BPR selama dua minggu (15-31 Oktober 2015) untuk mengamati burung liar yang ada di sekitar BPR bersama anak-anak yang tinggal di sana. Aku bekerjasama dengan kakak-kakak pengamat burung dari Kutilang Indonesia, Bionic UNY, dan Biolaska UIN Sunan Kalijaga. BPR berada di Dukuh Banjarharjo 1, Muntuk, Dlingo, Bantul, Yogyakarta. Letaknya sekitar sejam dengan motor ke arah tenggara dari Yogya. Jalan di sini naik dan turun, sehingga sedikit yang menggunakan sepeda. Bahkan anak-anak yang lebih kecil dariku mondar-mandir naik motor. Mengenal lingkungan sekitar BPRHari kedua di BPR aku langsung mencari jalur yang menarik untuk pengamatan. Aku memilih berjalan ke arah kebun dan hutan di belakang/selatan BPR, mengikuti jalan setapak yang tertutup daun-daun kering. Pohon yang tumbuh di sepanjang jalan adalah mahoni, jati, dan bambu. Setelah berjalan sekitar 300 meter yang menurun aku sampai di sawah kering. Suasana di tempat itu dan di BPR sangat berbeda. Di sana terdengar suara dari beragam burung, sementara di BPR hanya dari Cabai Jawa, dan cinenen. Lama menunggu tiba-tiba datang sepasang Kadalan Birah, bertengger di pohon mahoni. Wow, ukurannya yang besar dan ekornya yang panjang membuatku terpukau. Setelah kadalan birah itu pergi aku pun pulang.
Di hari yang lain aku mencoba mengamati ke depan/utara BPR, menyusuri jalan menurun menuju Mesjid Al Amien. Di depan mesjid masih ada sawah yang hijau, karena ada mata air. Ada melihat Cekakak Jawa, dan yang menakjubkan adalah seekor Elang-alap Cina yang tengger cukup lama. Mungkin karena ada sumber air, jenis burung yang ditemukan jadi lebih banyak. Aku bertemu seorang bapak yang sedang menjaga sawahnya yang hampir panen agar tidak dimakan oleh Bondol Jawa. Aku pun bertanya burung apa yang sering beliau lihat. Selain Cekakak Jawa dan Elang-alap Cina, kata beliau kadang-kadang ada elang warna putih besar yang hinggap untuk memakan tawon yang bersarang. Keesokan harinya aku mencoba kembali ke sawah tersebut berharap melihat elang besar yang diceritakan bapak, sayang tidak ada. Tapi Elang-alap Cina masih ada, tampaknya sedang mencari kesempatan untuk memakan Bondol Jawa. Aku senang bisa menemui beberapa burung yang menarik di sekitar BPR. Aku berencana kembali ke kedua jalur tersebut bersama anak-anak Banjarharjo 1 dan kakak-kakak pengamat burung. Pengamatan bersama teman-teman Banjarharjo 1Manuk ya ditembak, digoreng atau ditangkep," itulah yang anak-anak katakan ketika aku mengajak mereka mengamati burung saat pertama kali pertemuan di BPR (Selasa, 20/10/15). Ada sekitar 20 anak datang di acara pertemuan tsb. Sehari sebelumnya, Bu Lili membantuku mengundang anak-anak Banjarharjo 1. Bu Lili mengumumkannya di mushola saat pengajian anak-anak sore hari. Aku ikut Bu Lili untuk berkenalan sekaligus mengaji. Sebenarnya diumumkan acaraku terbatas untuk anak kelas 4 ke atas, tetapi banyak juga anak-anak yang lebih kecil ikut datang. Acara dimulai dengan perkenalan, aku senang sekali mendapat teman-teman baru. Lalu aku menunjukkan foto 20 burung dan meminta teman-teman menyebutkan yang pernah dilihat. Ada 10 jenis yang pernah teman-teman lihat. Kami membuat rencana untuk mencari burung-burung tersebut. Kakak-kakak pengamat burung mengajarkan cara pengamatan ke teman-teman yang kelas 4 ke atas, sementara yang kecil mewarnai gambar burung. Kemudian teman-teman kelas 4 ke atas dibagi menjadi 4 kelompok pengamatan. Kelompok pertama mengamati pada hari kamis sore (22/10/15). Novita, Niken, dan Dina, mengamati ke sawah yang berada di depan BPR. Ada Laila, Yasmin, dan Imah yang sebenarnya belum kelas 4 juga ikut bergabung. Sayang sekali saat pengamatan kami tidak menemui Elang-alap Cina lagi. Tetapi kami berhasil mendapatkan Cabai-bunga Api. Bondol Jawa seperti yang aku duga, ditemukan dalam jumlah banyak. Tercatat ada 20 ekor yang ditemui. Kelompok kedua mengamati pada hari sabtu sore (24/10/15), yang datang ternyata ada dari kelompok 3 dan 4 juga. Tercatat ada 5 anak yaitu Vega, Rian, Very, Angga, dan Rizky. Kali ini kami berjalan ke arah belakang BPR. Beberapa burung yang cukup menarik kami temui seperti Cikrak Bambu dan Cekakak Jawa. Pengamatan bersama anak-anak ini sangat ramai. Vega bahkan beberapa kali menggali singkong dan ubi yang tertanam di dalam tanah. Saat kami sedang berkumpul di lapangan luas, dekat tempatku melihat kadalan birah, tiba-tiba seekor elang terbang rendah dan pelan, semuanya melihat dengan terpana dan tidak ada yang memotret. Sayang walaupun elang itu dekat tetapi susah dikenali. Ternyata setelah mencari di buku panduan burung aku menemukan bahwa itu adalah seekor Alap-alap Kawah individu muda. Pengamatan ketiga dilakukan pada hari minggu (25/10/15). Berbeda dengan pengamatan yang sebelumnya, kali ini pengamatan diadakan pagi hari. Pengamatan diikuti oleh 11 anak, gabungan dari beberapa teman yang sudah ikut pengamatan sore ditambah Vicka dan Arga. Jalurnya adalah gabungan rute Kelompok 1 dan 2. Jenis burung yang ditemui lebih banyak, karena pagi hari burung banyak yang keluar mencari makan, sehingga mudah terlihat. Saat pengamatan sendiri aku hanya di jalan setapak saja, tetapi saat bersama teman-teman kami berjalan masuk ke dalam sawah, blusukan ke mana saja. Suatu ketika aku dan kakak-kakak ketinggalan jauh karena teman-teman sangat lincah dan mengenal medannya. Di saat pengamatan semua orang mengikuti dengan antusias, ada pohon tumbang kita loncati, jalan yang naik turun pun dihadapi dengan senang. Sepanjang perjalanan kita loncat kesana-kesini. Tetapi gara-gara terlalu antusias, saat pengamatan pagi yang jaraknya lebih jauh, semua kelelahan. Beberapa diantaranya bahkan gelinding sampai jarak tertentu. Akhirnya beberapa teman memilih kembali ke BPR lebih dulu. Ramai itulah kata tepat untuk menggambarkan pengamatan burung bersama teman-teman. Walaupun orangnya hanya sedikit tetap saja kita berisik. Beberapa kali burung kabur karena takut, tetapi tidak ada yang sedih semua bergembira dengan pengamatan ini. Teman-teman juga senang karena pengamatan menggunakan binokuler, sehingga burungnya terlihat dekat dan jelas. Burung-burung di sekitar BPRHari Selasa berikutnya (27/10/15) semua peserta pengamatan berkumpul untuk membahas hasil pengamatan. Jenis burung yang terlihat ada 12, yaitu: Alap-alap Kawah, Bondol Jawa, Burung-madu Sriganti, Cabai-bunga api, Cabai Jawa, Cekakak Jawa, Cikrak Bambu, Cinenen Pisang, Elang-ular Bido, Kadalan Birah, Kehicap Ranting, dan Walet Linci. Walaupun sama-sama di daerah pedesaan serta masih terdapat banyak hutan dan sawah, jenis burung yang kami temui jauh lebih sedikit dibandingkan yang aku jumpai di kampungku, Koto Kociak, Sumatera Barat, bulan Mei tahun ini. Kalau aku perhatikan jenis pohon yang ditanam di kebun dan hutan sekitar BPR lebih seragam dibandingkan di Koto Kociak. Jarang ditemui pohon berbuah yang disukai burung. Selain itu sekitar BPR lebih kering dan jarang ditemukan genangan atau kolam yang berisi air. mungkin karena aku datang di musim kemarau. Bisa jadi di musim penghujan ada lebih banyak burung. Semoga teman-teman bisa mengamatinya nanti. Selain itu di sekitar BPR terjadi perburuan besar-besaran, seperti cerita Pak RT dan tanggapan teman-teman saat diskusi awal. Pernah satu kali saat sedang mencari burung, bertemu seorang nenek. Beliau bertanya “Cari apa dek?” “Cari manuk bu,” jawabku. Lalu nenek tersebut malah menjawab “Oh, kalau manuk harus bilang ke pemburunya”. Setelah kegiatan pengamatan burung liar bersama, aku berharap teman-teman tidak lagi berpikir burung itu untuk ditembak, ditangkap dan dimakan. Burung penting artinya karena membantu menjaga populasi serangga, membantu penyerbukan bunga, dan membantu menyebarkan bibit-bibit. Jika burung habis diburu kita tidak dapat lagi mendengar kicauan yang indah dan warnanya yang menarik. Suatu siang tiba-tiba Vega dan kawan-kawan berlari-lari ke BPR mencariku untuk meminjam buku panduan burung, tetapi aku sedang tidur. Akhirnya mereka meminjam buku dari ibu dan berhasil mengenali burung itu adalah Sikep-madu Asia. Di lain waktu, Novita juga bercerita ia melihat dua ekor elang sedang berputar-putar saat pelajaran olahraga dan bertemu Cekakak Jawa yang bercucuk merah saat pulang sekolah. Aku sangat senang karena teman-teman sekarang jadi senang mengamati juga. Dijumpainya jenis burung yang yang berpindah sementara karena menghindari musim dingin di negara asalnya (migrasi) seperti Elang-alap Cina, Alap-alap Kawah, dan Sikep-madu Asia di sekitar BPR, menandakan lingkungan di sekitar BPR cocok sebagai tempat singgah burung-burung tsb. Aku berharap semoga lingkungan di sekitar BPR selalu terjaga kelestariannya.
Hari ini aku mulai mencari rute untuk kegiatanku di BPR. Akhirnya aku menemukan rute yang bagus. Tempatnya ada di belakang BPR. Jalannya hanya setapak, jaraknya sekitar 200-300 meter, jalannya tertutup di daun-daun kering. Pohon yang tumbuh di sepanjang jalan adalah Mahoni dan Bambu.
Akhirnya aku sampai di tempatnya. Tempat yang aku temui terdiri sawah, hutan dan kebun. Suasana di tempat itu dan di BPR sangat berbeda, di tempat ini terdengar suara dara beragam burung, sementara di BPR hanya dari Cabe Jawa, dan Cinenen. Wow aku mendapat sesuatu yang istimewa di tempat ini. Aku menemukan Kadalan Birah (Phaenicophaeus curvirostris). Burung ini menurut Kak Imam dari Kutilang memang masih ada kadalan di Imogiri. Siangnya aku ke Pak RT. Disana aku menunjukan foto Kadalan Birahku, kata Pak RT dia terakhir melihat burung ini adalah saat umur 15, sekarang dia sudah berumur 55. Menurut Pak RT burung di Desa Muntuk sudah sedikit karena semua ditembak oleh pemburu. Hari ini aku ke Bumi Pemuda Rahayu (BPR). BPR adalah tempat menginap. Rencananya selama 2 minggu aku akan residensi di BPR. Tujuanku residensi adalah mengajak anak-anak sekitar untuk mengamati burung di sekitar. Aku sampai di BPR pukul 09.30. Sore harinya aku pergi bersama kelima residen lainnya ke hutan Pinus. Jarak BPR ke hutan Pinus sekitar 1,5 – 2 jam, jalan ke hutan Pinus sudah diaspal dan bagus. Di sepanjang jalan banyak pohon yang meranggas karena sudah lama tidak terkena hujan. Akhirnya setelah berjalan sekitar sepuluh menit, kami sampai di Hutan Pinus yang dimaksud. Tempat itu dasanya bukan tanah tetapi batu vulkanik dan berada di patahan. Dari situ kita bisa melihat sunset dengan bagus. Karena aku ingin melihat sawah, kami masuk ke dalam hutan Pinus, lokasi sawah ada di sebelah kanan hutan Pinus sementara aku berada di sebelah kirinya. Jalan untuk menyeberangi hutan Pinus adalah jalan setapak dari tanah. Jalan itu susah dilewati karena licin, ada batu, ranting kadang ada lubang besar di tengah jalan. Kami yang tidak bersiap-siap hanya memakai sendal jepit, dan itu membuat semakin susah. Ternyata sawah yang dituju kering. Jadi kami hanya melihat sunset dari sawah. Selesai melihat sunset kami pulang, karena pukul 08.30 ada pengajian dan kami akan berkenalan dengan warga sekitar di pengajian itu. Sampai di acara itu aku lelah dan tertidur, jadi aku tidak berkenalan dengan warga sekitar. |
KATALOG KARTUGenius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration. Tentang AkuNamaku Kaysan. Belajar melalui pengamatan alam, perjalanan, dan berinteraksi dengan banyak orang.
Menyimpan jurnal perjalanan dan foto. Berbagi cerita lewat blog ini, instagram, dan video #OASEmenit KategoriPROJEK 2020
Kelas Rahasia Di Balik Gambar Kelas Menulis Kak Irma Kelas Filsafat #MasaPandemi BURUNG Lifelist JBW Birdrace #AmatiJakarta KLUB OASE Pramuka OASE Media Juru Rupa PERJALANAN Australia 2014 Banyumas 2019 Cirebon 2014 Garut 2014 Kupang 2017 Lombok 2016 Malang 2017 Sumba Yogyakarta Sehari Arsip
September 2021
Indeks
All
|