Cari tiket Kapal Ferry Setelah berkegiatan di Taman Nasional Matalawa Sumba selama 5 hari, kami pun siap berangkat menuju Kupang. Ibu sempat bingung karena Kapal Pelni baru saja lewat dan jadwal kembalinya baru dua minggu lagi. Untunglah Om Torry, teman baik ibu yang tinggal di Kupang menyarankan untuk cek jadwal Kapal Ferry di situs ASDP Indonesia Ferry. Di luar dugaan, situs ASDP Indonesia Ferry sangat informatif. Ada fitur reservasi yang bila diisi pilihan tempat berangkat dan tujuan, langsung keluar jadwal detail, lama perjalanan, dan harga tiket. Ternyata Kapal Ferry Waingapu-Kupang via Aimere ada tiap Jum’at. Tak kalah dengan kereta api, beberapa rute tiket Kapal Ferry bahkan sudah bisa dipesan online. Sayangnya untuk rute Waingapu-Kupang masih harus datang langsung ke pelabuhan untuk beli tiket. Meninggalkan Waingapu Kapal Ferry KMP Inerie II yang kami naiki bertolak dari Pelabuhan Feri Kanatang, Waingapu, Sumba Timur. Tepat pukul 21:00 WITA (25/8/17) kami sampai di pelabuhan dengan tiket yang sudah di tangan. Penumpang sudah mulai antri masuk ke kapal. Kami pun bergegas masuk dalam antrian. “PENUH” itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi kapal kami. Keberangkatan kami ternyata bertepatan dengan tahun ajaran baru dan wisuda di Kupang. Sehingga selain mahasiswa, banyak orang tua yang ingin melihat anaknya lulus-lulusan. Penumpang ada di semua penjuru arah. Ada yang tidur di tangga, dek kapal, tiang kapal. Semua space kosong, sekecil apapun pasti langsung ditempati. Yang membuatku takjub, tidak hanya barang bawaan berkarung-karung, motor, mobil, truk yang dimuat ke dalam Kapal Ferry, tapi juga ternak seperti ayam dan babi masuk ke dalam kapal. Sempat terpikir olehku, kalau hilang dan kekurangan makanan mungkin kedua hewan tersebut bisa disantap.
Dari aktivitis pangan hingga Densus 88 Penumpang pertama yang kami temui adalah rombongan aktivis pangan, yang akan mengikuti pelatihan di Aimere. Aku sempat berkenalan dengan mereka, tapi tak lama aku tertidur karena kami berangkat pun sudah pukul 22.00 WITA. Pagi, aku terbangun, dari jendela terlihat Pelabuhan Aimere dengan latar belakang Gunung Inerie yang menjadi nama kapal yang aku tumpangi. Ibu-ibu aktivis pangan yang aku lihat semalam sudah tidak ada, tampaknya mereka sudah keluar. Kapal berhenti agak lama, memberi waktu turun naik penumpang dan barang. Ibu sempat turun ke dermaga mencari sarapan, sementara aku menunggui barang. Ibu balik dengan nasi kuning dengan lauk kering tempe dan mie goreng. Banyak penjual yang menawarkan makanan dari sela jeruji pagar pelabuhan menurut Ibu.
Tak bisa bergerak Bosan melihat hanya dari jendela, aku berniat keluar untuk berjalan-jalan sebentar ketika kapal sudah cukup lama kembali bergerak. Perjalanan menuju Kupang ini melintasi Laut Sawu. Laut yang sangat terkenal karena kekayaan keanekaragaman hayatinya. Kata orang-orang di Waingapu, kalau beruntung kita bisa melihat lumba-lumba berenang di sekitar kapal. Nah aku mau coba keberuntunganku.
Toilet bersih, bebas bau Aku acungi jempol untuk toilet di kapal ini. Dibandingkan kereta api, ini 5x lebih luas dan air bersih berlimpah. Sekalipun kasurku tepat di sebelah toilet, sama sekali tidak tercium bau pesing. Padahal banyak sekali manusia yang menggunakannya. Penumpang di kelas ekonomi pun beberapa ikut menggunakan toilet VIP. Sekalipun tak bisa keluar, aku bisa merasakan ombak lumayan besar. Air berkali-kali mencapai jendela, kapal pun terasa goyang. Karena tempatku dekat toilet aku lihat seorang mbak-mbak usia 20an bolak balik toilet. Setiap kali dia ke toilet, dia lari sangat kencang seperti nyawanya terancam. Saat baru muntah satu-dua kali mukanya masih bisa ngobrol dengan yang lain. Tapi setelah yang kedua puluh kali, kasihan sekali dia berjalan dengan lemas dan hanya bisa tidur. Aku sempat minum antimo waktu kapal baru berlabuh dari Waingapu, sekedar jaga-jaga. Mungkin itu yang membuatku kuat bertahan. Jendela toilet juga berjasa memberiku hiburan. Dari balik celah bulat kecil itu aku masih bisa menghirup udara segar dan menikmati pemandangan Laut Sawu nan indah, walaupun tidak bisa bergerak keluar ruangan. Akhirnya merapat di Kupang
Akhirnya pukul 04.00 WITA (27/8/17), perjalanan 30 jamku di Kapal Ferry Inerie II berakhir. Kami merapat di Pelabuhan Tenau, Kupang. Banyak sekali orang yang menunggu kedatangan penumpang dari pulau sebelah. Di antaranya termasuk Om Torry yang bersama istri dan anaknya sudah menunggu kami. Ini merupakan pengalaman pertamaku naik kapal begitu lama. Sebelumnya aku hanya pernah naik Kapal Ferry ke Lampung dari Merak, melintasi Selat Sunda yang tak sampai tiga jam lamanya. Jauh berbeda pengalaman yang kudapat kali ini. Kapal memberikan pengalaman unik, yang tak kutemui saat naik pesawat. Lebih ada interaksi dengan penumpang lain. Karena tidur-bangun-tidur ketemunya dia lagi dia lagi. Perjalanan ini juga membuatku bisa merasakan kehidupan orang-orang yang tinggal di Indonesia bagian timur. Banyak yang menggunakan Kapal Ferry untuk bepergian karena berbeda pulau. Lain dengan kehidupan di Pulau Jawa tempat tinggalku, yang lebih banyak mengandalkan bus dan kereta api. Bulan Agustus 2018 ini aku akan kembali ada acara di Taman Nasional Matalawa Sumba. Kali ini sebelum ibu keluar dengan ide gilanya, justru aku sudah lebih dulu mulai berpikir mau ke pulau mana lagi ya setelahnya dengan Kapal Ferry? Sepertinya aku sudah kerasukan #AsyiknyaNaikFerry ... Kredit seluruh foto: Shanty
1 Comment
|
KATALOG KARTUGenius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration. Tentang AkuNamaku Kaysan. Belajar melalui pengamatan alam, perjalanan, dan berinteraksi dengan banyak orang.
Menyimpan jurnal perjalanan dan foto. Berbagi cerita lewat blog ini, instagram, dan video #OASEmenit KategoriPROJEK 2020
Kelas Rahasia Di Balik Gambar Kelas Menulis Kak Irma Kelas Filsafat #MasaPandemi BURUNG Lifelist JBW Birdrace #AmatiJakarta KLUB OASE Pramuka OASE Media Juru Rupa PERJALANAN Australia 2014 Banyumas 2019 Cirebon 2014 Garut 2014 Kupang 2017 Lombok 2016 Malang 2017 Sumba Yogyakarta Sehari Arsip
September 2021
Indeks
All
|