Tugasku selama liburan salah satunya adalah menonton 3 kuliah umum terkait kemaritiman untuk mendapatkan gambaran lebih jelas. Apa yang bakal diriset kedepannya. Dari 3 video youtube yang wajib untuk ditonton. Menurutku paling menarik adalah kuliah tentang Budaya Kemaritiman oleh Dedi S Adhuri. Banyak poin-poin penting yang menurutku bakal jadi dasar buatku meriset dan memandang masalah kemaritiman kedepannya. Kuliah ini juga membangkitkan ketertarikanku pada bidang kemaritiman. Video yang diberikan oleh kakak Jaladwara diberikan berurutan, aku menafsirkannya harus ditonton berurutan. Kalau menurutku harusnya video tentang budaya kemaritiman dahulu baru video tentang Bu Susi. Karena di video kuliah ini kita mendapat pemhaman, sementara di video Bu Susi, dia bercerita tentang Illegal Fishing. Ada 4 komponen dalam budaya kemaritiman. Pertama adalah orang laut, kedua nelayan, ketiga komunitas pelayaran dan keempat komunitas pesisir. Di zaman dahulu dengan wilayah Indonesia yang sebagian besar air membuat keempat kelompok diatas berjaya, terutama Komunitas Pelayaran. Mereka mampu menjelajah kemana-mana bahkan ada catatan hingga di Australia, terjadi pertukaran budaya dengan orang-orang Aborigin. Yang menarik buatku adalah ketika dia bercerita tentang nelayan. Nelayan di Indonesia ada 2,2 juta dan sebagian besar adalah nelayan tradisional, jadi mereka punya budayanya sendiri-sendiri menyesuaikan dengan kondisi di lapangannya. Di Sumbawa contohnya, di satu teluk ada 4 jenis kapal. Setiap kapal menangkap ikan yang berbeda. Tidak hanya kapalnya yang beragam, mereka pun punya cara masing-masing untuk menjaga jumlah ikan yang ada di alam. Di Papua ada hak ulayat ada pula SASI. Seluruh budaya yang dimiliki oleh nelayan-nelayan tradisional ini dihasilkan dari pengalaman bertahun-tahun belajar di alam. Cara yang mereka gunakan mengoptimalkan hasil penangkapan tapi tetap menjaga alam. Tapi sekarang dengan sistem yang modern, semua hal tersebut dilupakan. Nelayan-nelayan tradisional hanya sekedar menjadi kuli alias bawahan. Dianggap cara tradisional tidaklah efektif dan hanya cocok ditampilkan di museum. Karena semua semua sekarang berubah menjadi manusia ekonomi dan melupakan faktor ekologi. Tentu saja jika dilihat dari kacamata pebisnis jauh lebih menguntungkan cara modern yang menggunakan jarak tangkapannya sangat luas. Aku hampir tidak bisa berkata-kata ketika Bu Susi bercerita kapal jarak tangkapan satu kapal bisa sejauh Jakarta-Semarang. Aku tidak akan heran kalau dalam beberapa tahun lagi ikan-ikan di laut habis. Aku setuju dengan Pak Dedi, bahwa setiap budaya tradisional harus dipikirkan untuk jadi salah satu bahan pertimbangan saat membuat kebijakan. Jadi budaya yang ada tidak hanya dicatatat tapi juga dijadikan pertimbangan. Sistem otonomi daerah yang membuat setiap daerah mampu mengatur kebijakan di daerahnya adalah salah satu solusinya. Jadi sistem pemerintahan yang bersifat desentralisasi lebih baik daripada yang tersentral. Ini sudah terjadi sejak reformasi hingga sekarang Tetapi dengan adanya kebijakan Omnibus Law, yang salah satu poin pentingnya adalah tentang usaha mengsentralkan seluruh hal agar mempermudah investasi membuatku bertanya-tanya. Bagaimana dampaknya terhadap bidang kemaritiman di Indonesia? Penting untuk mengetahuinya sekarang sebelum ikannya keburu habis dan baru kita tersadar. Sebelumnya aku sempat membanca tentang budaya penangkapan di daerah-daerah Sempat muncul opini dalam diriku bahwa sebenarnya mungkin tidak perlu menteri perikanan, biarkan masing-masing mengatur. Akan tetapi setelah mendengar kuliah Bu Susi, aku tersadar bahwa pemerintah tetap dibutuhkan, tapi tugas mereka lebih kepada melindungi nelayan-nelayan Indonesia dan ikan-ikan kita dari pencurian yang terjadi. Selain itu mereka juga bisa melakukan penguatan sistem tradisional, jadi mirip seperti yang dilakukan LSM. Pemerintah perlu berdiskusi dengan kelompok adat dan membuat aturan dari kesepakatan bersama, ini juga mengoptimalkan bantuan yang pemerintah berikan. Yang terjadi sekarang pemerintah memberikan tanpa tahu budaya yang ada, kapal-kapal bantuan yang berbahan fiber tidak ada gunanya, karena perawatannya lebih mahal dan tidak bisa memperbaikinya sendiri berbeda dengan kapal kayu. Orang laut pun yang kalau bisa dibilang paling bergantung dengan laut dipaksa tinggal di darat. Padahal mereka hidup di laut, semuanya dilaut. Apa alasannya mereka harus ke darat. Harusnya mereka dibantu diapresiasi bukannya dilarang Jadi menurutku idealnya pemerintah bukannya melawan nelayan tradisional tapi melindungi dan memperkuat mereka. Aku sedih ketika menonton video terakhir, aku seperti dibangunkan dari khayalanku tentang ikan-ikanan ini. Pemerintah sekarang malah lebih ajaib lagi, ingin mengekspor benihnya keluar dari Indonesia. Mereka berusaha mempunahkan lobster yang ada di Indonesia. Aneh sekali pernyataannya tentang alasannya mereka mengekspor keluar, kenapa tidak teknologinya yang mereka pelajari? Kenapa harus benihnya. Apalagi dari artikel di Tirto yang kemarin aku baca ekspor lobster ini meningkat secara eksponensial. Ini menimbulkan pertanyaan buatku. Mana yang lebih cepat mereka hilang atau beregenerasi, apa yang harus dilakukan jika mereka hilang? Ini menimbulkan pertanyaan buatku. Mana yang lebih cepat mereka hilang atau beregenerasi, apa yang harus dilakukan jika mereka hilang? Bedasarkan “Gun, Germs and Steel” yang kubaca. Manusia pada dulu kala menjadi penyebab hilangnya burung-burung yang tidak bisa terbang seperti Moa dan Dodo. Karena kemudahannya mereka didapat, dalam beberapa tahun saja mereka semua sudah lenyap.
Masa sudah ribuan tahun berlalu, hal yang sama mau terulang. Jangan sampai kita mengenal lobster dan hewan-hewan air lainnya yang ada di perairan Indonesia melalui buku sejarah saja…
0 Comments
Leave a Reply. |
KATALOG KARTUGenius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration. Tentang AkuNamaku Kaysan. Belajar melalui pengamatan alam, perjalanan, dan berinteraksi dengan banyak orang.
Menyimpan jurnal perjalanan dan foto. Berbagi cerita lewat blog ini, instagram, dan video #OASEmenit KategoriPROJEK 2020
Kelas Rahasia Di Balik Gambar Kelas Menulis Kak Irma Kelas Filsafat #MasaPandemi BURUNG Lifelist JBW Birdrace #AmatiJakarta KLUB OASE Pramuka OASE Media Juru Rupa PERJALANAN Australia 2014 Banyumas 2019 Cirebon 2014 Garut 2014 Kupang 2017 Lombok 2016 Malang 2017 Sumba Yogyakarta Sehari Arsip
September 2021
Indeks
All
|