Pada pertemuan ke sepuluh ini tamu yang datang adalah Kak Ria. Topik untuk cerita hari ini adalah tentang Perempuan dalam Sektor Perikanan. Aku sebenarnya tidak terlalu mengenal topik ini, dari video-video pr yang diberikan Jaladwara aku menyimpulkan bahwa yang perempuan berperan sama besar dengan laki-laki dalam bidang perikanan akan tetapi mereka tidak mendapat pengakuan karena dianggap hanya sekedar bantu-bantu. Padahal menjadi nelayan adalah pekerjaan yang mereka lakukan setiap hari. Diawal aku bertanya-tanya sebenarnya apa arti dari pekerjaan nelayan di KTP. Ternyata itu membawa banyak sekali perubahan untuk nelayan. Setidaknya ada 2 hal yang nelayan-nelayan perempuan ini dapatkan. Pertama mereka mendapat pengakuan bahwa mereka bukan hanya sekedar membantu. Dengan pengakuan mereka diharapkan bisa dilibatkan saat ada kesempatan diskusi atau bertukar pendapat, tidak hanya berada di dapur seperti yang umumnya terjadi sekarang. Sementara yang kedua adalah mendapatkan kartu Kusuka (Pelaku Usaha Kelautan). Kartu bisa memberikan jaminan asuransi untuk semua pemegangnya. Nelayan adalah salah satu pekerjaan yang beresiko tinggi. Kartu ini setidaknya memberikan sedikit jaminan untuk hidup mereka, walaupun tetap saja ini pekerjaan yang sangat berbahaya. Nelayan perempuan yang mempunyai waktu yang sama banyaknya dengan nelayan laki, terhalang mendapatkan ini akibat di KTP masih berprofesi sebagai ibu rumah tangga, padahal profesi nelayan adalah salah satu syarat utama mendapatkan kartu.
Selain itu kartu ini membuka peluang nelayan-nelayan untuk menambah ilmu. Karena pemerintah jadi memiliki data jumlah nelayan dan bisa membuat pelatihan untuk para pemegang kartu, jika mereka tidak punya tentu saja para nelayan perempuan ini tidak bisa ikut serta dalam pelatihan. Selain bertanya-tanya apa pentingnya pekerjaan nelayan di KTP ada yang lebih membuatku tidak habis pikir. Kenapa ada orang yang menghalangi mereka untuk mendapatkan perubahan profesi di KTPnya. Apa masalahnya hingga profesi itu tidak bisa diubah. Di dalam salah satu video ada adegan ketika pejabat daerah menghalangi para nelayan ini mendapat haknya karena menurut mereka nelayan adalah pekerjaan yang hina dan perempuan itu diagungkan diistimewakan sehingga jangan sampai mereka mendapatkan pekerjaan hina. Menurutku ini menjadi lucu buatku, karena kalau dipikiranku jika tidak bisa membantu setidaknya tidak usah pula menyusahkan. Toh pada kenyataannya juga mereka tetap bekerja sebagai nelayan, dengan melarang pergantian profesi ini tidak membuat ibu-ibu ini serta-merta sejahtera. Salah satu argumen dari si bapak politikus ini adalah karena perempuan istimewa. Dalam opiniku, jika istimewa berikan hak untuk memutuskan yang dia mau, bukannya dibatasi. Liat saja hak istimewa yang didapat oleh Jogja atau Aceh, mereka bisa memutuskan aturan sendiri. Dalam buku Konflik Sosial Nelayan disebutkan sering terjadi konflik antara nelayan dan pemerintah, satu sama lain menggapnya pihak lain acuh dan tidak peduli dengan mereka. Aku rasa sekarang aku paham kenapa nelayan bisa bersikap seperti itu. Kedua hal tersebut menjadi negative loop yang tidak ada habisnya. Kak Ria bukan hanya ahli dalam pemberdayaan perempuan, tapi juga sektor nelayan secara lebih myenyeluruh. Sehingga aku tidak hanya mendapatkan info tentang pemberdayaan tapi juga info lain terkait nelayan. Aku merasa kelas ini dibandingkan yang sebelumnya memberikan lebih banyak waktu untuk berdiskusi. Apalagi seringkali pertanyaan yang aku ajukan ke Kak Ria, ditanyakan kembali ke diriku sendiri. Ini memberikanku waktu berpikir dan malah beberapa kali memperluas pertanyaaanku Salah satu yang muncul dan jadi fokus utamaku adalah “Kenapa nelayan tradisional ini harus tetap ada” Karena dari beberapa bulan aku berkutat dengan isu ini aku melihat bahwa nelayan tradisional ini tidak sejahtera, hidup dalam kesengsaraan dan kesulitan. Kenapa mereka tidak menjadi nelayan modern saja? Apa sebenarnya yang membuat mereka harus bertahan. Beberapa fungsi mereka seperti menjaga laut dan menghindari monopoli, tapi aku berpikir masa sampai harus mengorbankan begitu banyak nelayan. Di buku yang aku baca, memang tertulis bahwa nelayan buruh di perusahaan asing pada tahun 1980 tidak mengalami hidup yang lebih baik, tapi sekarang dengan berbagai perubahan yang ada. Aku rasa minimal mereka bisa mendapatkan UMR dan gaji mereka terjamin tiap bulannya. Tidak hanya mengandalkan ikan yang terjaring. Aku jadi bertanya-tanya apakah integerasi nelayan tradisional ke modern adalah solusi untuk masalah kesejahteraan nelayan-nelayan ini? Apa yang membuat mereka harus bertahan jadi nelayan tradisional sebenarnya? Pertanyaan ini aku harapkan bisa terjawab dengan berakhirnya fase kedua dari Kelana Maya. Ada dua hal yang bakal aku tanyakan terus selama beberapa pertemuan ke depan. Yaitu “Apa yang membuat mereka harus bertahan jadi nelayan tradisional sebenarnya?” dan yang kedua adalah “Seberapa efektif kah koperasi dalam sektor perikanan” karena aku masih merasa bahwa koperasi bisa menjadi jalan untuk nelayan-nelayan ini.
0 Comments
Leave a Reply. |
KATALOG KARTUGenius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration. Tentang AkuNamaku Kaysan. Belajar melalui pengamatan alam, perjalanan, dan berinteraksi dengan banyak orang.
Menyimpan jurnal perjalanan dan foto. Berbagi cerita lewat blog ini, instagram, dan video #OASEmenit KategoriPROJEK 2020
Kelas Rahasia Di Balik Gambar Kelas Menulis Kak Irma Kelas Filsafat #MasaPandemi BURUNG Lifelist JBW Birdrace #AmatiJakarta KLUB OASE Pramuka OASE Media Juru Rupa PERJALANAN Australia 2014 Banyumas 2019 Cirebon 2014 Garut 2014 Kupang 2017 Lombok 2016 Malang 2017 Sumba Yogyakarta Sehari Arsip
September 2021
Indeks
All
|