Pada pertemuan ke sebelas ini, tamu kami adalah Om Parid Ridwannudin dari KIARA (Koalisi Rakyat untuk perikanan). Kiara adalah LSM yang bergerak di bidang masyarakat pesisir. Jadi cerita hari ini kebanyakan tentang masyarakat pesisir di Indonesia, serta ancaman dan masalah yang dihadapi. Walaupun kelas kali ini mulainya pukul tujuh malam, tapi saking serunya kami masih terus diskusi hingga pukul 10 malam. Banyak sekali cerita menarik tentang masyarakat pesisir dari sesi semalem. Om Parid memiliki pengalaman banyak sekali jadi banyak yang bisa diceritakan ke kita. Oh iya, penting untuk diingat. KIARA tidak hanya mewakili nelayan. Di dalamnya ada juga perempuan nelayan, inland fisheries, pembudidaya garam, masyarakat pesisir dan masyarakat adat. Mereka semua hidup di dekat air dan mempunyai peran masing-masing. Kalau dlihat-lihat kebelakang, dari sesi pertama bersama Kak Tilot, kami mendengar cerita tentang masyarakat pesisir, Kak Wiro dan Pak Tasrifin bercerita tentang masyarakat adat lalu Kak Ria bercerita tentang perempuan nelayan. Jadi hanya inland fisheries dan pembudidaya garam yang aku belum pernah dengar ceritanya.
Jadi inland fisheries adalah nelayan yang ada di darat. Peternak lele, nelayan di danau ataupun sungai dan pemancing di pinggir waduk bisa masuk ke dalam sini. Sementara itu petani garam juga dihitung karena garam mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Di Indonesia sendiri kita saat ini masih mengimpor garam lho, karena budidaya garam di Indonesia belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Aku sendiri cukup heran, aku pikir dengan laut Indonesia yang begitu luas bahkan kita tidak perlu lagi mencari garam ke India dan Australia, tapi sepertinya tidak semudah itu. Kembali ke nelayan tradisional. Bedasarkan riset, mereka berkontribusi untuk 90% konsumsi ikan orang Indonesia. Walau hasil tangkapan mereka lebih sedikit, tapi mereka lebih berjasa bagi orang Indonesia daripada nelayan-nelayan modern yang mengekspor semua hasilnya ke luar. Walaupun begitu dari cerita semalam, aku tidak melihat apresiasi dari pemerintah terhadap nelayan yang sudah mencerdaskan bangas ini. Di berbagai daerah pemerintah cenderung untuk memberikan izin untuk reklamasi dan tambang, padahal kedua hal tersebut adalah salah satu ancaman paling besar untuk nelayan tradisional. Keberadaan mereka mempersulit nelayan, menghilangkan ikan, membatasi ruang gerak bahkan mengambil nyawa penduduk. Melihat kondisi ini pertanyaanku kembali muncul “apakah nelayan harus tetap menjadi nelayan, kenapa mereka tidak masuk ke perusahaan besar saja” tapi ternyata itu juga bukan solusi. Justru mereka jadi diperas tenaganya untuk bekerja, dengan gaji yang tidak jelas, adalah Petambak Udang di Dipasena, Lampung. Awalnya mereka semua bekerja untuk perusahaan Dipasena yang berfokus pada industri udang. Di Lampung, perusahaan ini bahkan memiliki lahan tambak udang terbesar di dunia akan tetapi konsep bekerja mereka sangat aneh. Semua fasilitas yang diberikan dihitung sebagai hutang dan dipotong langsung dari gaji. Mereka pun hanya bisa menjual kepada perusahaan tersebut dengan harga yang sudah ditentukan. Pada 2012 akhirnya para petambak melepaskan kemitraannya dengan perusahaan tambak udang ini, semua fasilitas yang ada dicabut, bahkan listrik pun tidak ada sehingga terpaksa menggunakan genset. Akan tetapi itu bukan akhir untuk semua petambak udang ini, bahkan hidup mereka menjadi lebih baik setelahnya. Karena sudah tidak ada yang mengatur mereka. Para petambak ini membuat koperasi sendiri. Aku yang sedang membicarakan topik koperasi karena yakin bisa menjadi solusi untuk nelayan langsung tertarik untuk mendengarkan lebih lanjut. Koperasi di Dipasena adalah salah satu koperasi yang berhasil, dikelola oleh anggota untuk anggota. Koperasi ini sukses menyejahterakan para peambak udang di sana. Koperasi ini membantu menyediakan bibit, menjualkan udang-udang hasil perkembang biakan dan mengelola uang anggotanya untuk pembangunan desa dan keperluan masing-masing. Programnya yang keren adalah investasi seribu. Jadi setiap kali panen, para nasabah wajib menabung seribu per kilo ke koperasi. Jadi kalau misalnya saat panen ia mendapat 1, ia wajib menabung 1 juta ke koperasi. Uang yang disetor ini akan disimpan oleh koperasi untuk membantu nelayan saat sedang kesulitan atau butuh modal lebih. Karena hal seperti itu tidak datang setiap bulan, kadang koperasi akan menggunakan uang tersebut untuk pembangunan desa. Nah dari sinilah desa tersebut bisa maju. Sedikit demi sedikit fasilitas semakin membaik bahkan sekarang di Dipasena rencananya akan dibangun klinik, karena lokasi Dipasena yang sangat jauh dari kota. Tidak hanya itu, anak-anak para petambak pun bisa kuliah hingga ke Jawa. Melihat dari Dipasena, aku semakin yakin untuk menjadikan koperasi sebagai bahan penelitian nantinya. Karena aku merasa ini bakal bisa diterapkan di tempat lain. Dengan syarat tetap organik, yaitu yang berperan di dalamnya adalah sesama nelayan/masyarakat bukannya orang dari luar. Satu hal lagi yang aku amati, aku akhirnya menemukan salah satu hal terpenting dari koperasi yaitu kelenturan. Dengan banyaknya anggota-anggota kecil membuat ketika salah satunya kesusahan, efeknya tidak berdampak ke banyak orang dan masih bisa untuk dibangun ulang. Di Dipasena contohnya ketika perusahaan tumbang mereka sempat, kesusahan karena semua bergantung ke sana, tapi ketika mereka tergabung dalam koperasi, ketika satu orang kesusahan, masih banyak orang lain yang membantu menutupi celah sehingga lebih fleksibel dalam menghadapi masalah. Dari sesi ini aku merasa sangat tercerahkan dan penasaran. Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab kemarin, akan tetapi karena sudah sangat malam kakak mentor terpaksa menutup sesi ini. Terima kasih untuk Om Parid yang bercerita banyak sekali dalam sesi kali ini, aku akan menantikan sesi diskusi berikutnya :D
0 Comments
Leave a Reply. |
KATALOG KARTUGenius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration. Tentang AkuNamaku Kaysan. Belajar melalui pengamatan alam, perjalanan, dan berinteraksi dengan banyak orang.
Menyimpan jurnal perjalanan dan foto. Berbagi cerita lewat blog ini, instagram, dan video #OASEmenit KategoriPROJEK 2020
Kelas Rahasia Di Balik Gambar Kelas Menulis Kak Irma Kelas Filsafat #MasaPandemi BURUNG Lifelist JBW Birdrace #AmatiJakarta KLUB OASE Pramuka OASE Media Juru Rupa PERJALANAN Australia 2014 Banyumas 2019 Cirebon 2014 Garut 2014 Kupang 2017 Lombok 2016 Malang 2017 Sumba Yogyakarta Sehari Arsip
September 2021
Indeks
All
|