Pertemuan Kedua, Sesi ketiga Kelas Filsafat membahas tentang seluk beluk media bersama dengan Tante Sofie Syarief. Dia adalah seorang presenter di Kompas TV. Dari sesi ini aku belajar bahwa dunia media konvensional penuh dengan politik. Berbeda dengan Om Dandhy dan Watchdoc yang bisa menentukan sendiri topik yang dipilih. Di media konvesional seperti tv dan koran, bahkan berita yang sudah siap tayang bisa dihilangkan sesuai keinginan pemiliknya. Faktor pemilik menjadi sesuatu yang sangat-sangat besar dan mengganggu kalau dari cerita yang kudengar kemarin. Idealnya media adalah penyambung lidah untuk orang-orang. Tapi yang terjadi sekarang media adalah penyambung lidah dan alat untuk berkampanye pemiliknya.
Oleh sebab itu penting untuk kita mengecek siapa pemilik media yang kita baca. Dengan mengetahui pemiliknya, kita bisa menyeleksi berita yang dibaca, apakah kira-kira valid atau hanya sekedar pesanan. Hal lain yang dibahas di kelas kemarin adalah tentang sosial media. Ada yang dikenal dengan gatekeeper. Dulu media adalah gatekeeper untuk informasi yang kita terima. Kita tidak perlu menyeleksi berita yang diterima. Sekarang dengan informasi yang begitu mudah diterima dan masuk dari mana saja kita butuh menjadikan diri kita sebagai gatekeeper juga. Kalau kita percaya dengan semua berita, mudah sekali termakan hoax. Selain selektif dalam memilih berita yang dipercaya, kita juga bisa mengendalikannya dengan mengikuti orang yang tepat atau terpercaya. Walau begitu kalau aku merefleksikan kebiasaanku sehari-hari, terkadang berita-berita yang ngawur itu menarik untuk dibaca, bahkan aku sengaja mengikuti beberapa orang untuk menjadikan postingannya bahan tertawaan. Dengan kondisi sekarang yang membuat orang sangat cepat dan mudah mendapat berita. Media online lebih mengutamakan kecepatan daripada kebenaran suatu berita. Jadi dikabarkan sepotong-sepotong. Dari sepotong-sepotong ini juga belum tentu semuanya benar, karena yang dikejar adalah trafficnya. Dari kejadian ini aku merasakan satu hal, bahwa semua orang begitu terburu-buru. Orang yang ingin mendapat berita secepat mungkin mempengaruhi pembuat berita yang jadinya membuat berita yang kebenerannya masih butuh konfirmasi. Sehingga muncul pertanyaan dariku tentang dualistik antara Kualitas atau Kuantitas? Kedua hal ini menurutku sangat mempengaruhi media yang ada sekarang. Ketika kita memilih kuantitas, yang terjadi seperti sekarang. Padahal dalam pandanganku butuh riset terlebih dahulu untuk membuat sebuah berita dan aku tahu butuh waktu lebih untuk meriset sesuatu. Ketika tidak ada riset, karena mengejar kuantitas. Berita yang dihasilkan menjadi sampah menurutku, lebih baik menunggu dan memberitakan sesuatu yang terjamin mutunya. Mungkin ide yang baik untuk membuat kampanye agar orang lebih slowdown. Seperti dalam novel “Momo” karangan Michael Ende. Ketika semuanya begitu terburu-buru dan membuat dunia menjadi chaos. Sediakan waktu lebih banyak untuk santai, dan membiarkan diri kita berpikir apa yang sedang terjadi sebenarnya.
0 Comments
Leave a Reply. |
KATALOG KARTUGenius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration. Tentang AkuNamaku Kaysan. Belajar melalui pengamatan alam, perjalanan, dan berinteraksi dengan banyak orang.
Menyimpan jurnal perjalanan dan foto. Berbagi cerita lewat blog ini, instagram, dan video #OASEmenit KategoriPROJEK 2020
Kelas Rahasia Di Balik Gambar Kelas Menulis Kak Irma Kelas Filsafat #MasaPandemi BURUNG Lifelist JBW Birdrace #AmatiJakarta KLUB OASE Pramuka OASE Media Juru Rupa PERJALANAN Australia 2014 Banyumas 2019 Cirebon 2014 Garut 2014 Kupang 2017 Lombok 2016 Malang 2017 Sumba Yogyakarta Sehari Arsip
September 2021
Indeks
All
|