Minggu ini aku belajar untuk mengaplikasikan cara berpikir dari 3 filosof. Buku yang ku bedah dengan cara ini berjudul “Tourism” oleh Pamela Nowicka Melalui buku ini pengarang bercerita tentang pariwisata masif. Dampaknya, siapa yang terlibat dan sisi kelamnya. Setelah satu minggu membaca, memahami dan menuyusunnya, hari Sabtu (15/8/2020) saatnya aku bercerita ulang kepada teman-teman yang lain. Turisme/pariwisata yang selama ini dekat dengan hal positif ternyata memiliki sisi kelam… Dampak dari turisme secara masif menyasar ke semua sisi. Ekologi, sosial dan ekonomi. Pembangunan hotel secara masif yang berdampak pada habisnya sumber daya di sekitar adalah contoh dari kerusakan dari sisi ekologi. Dari sisi sosial contohnya adalah tempat tinggal karyawan hotel yang tidak layak huni, gaji yang sangat minim dan keharusan untuk bersikap ramah di setiap waktu. Selain itu juga terjadi penggusuran terhadap warga oleh pemerintahnya sendiri demi pembangunan tempat wisiata ekslusif Terkahir fakta bahwa ternyata hanya sedikit sekali keuntungan dari sisi ekonomi yang didapat karena berbagai pihak yang terlibat di dalam berasal dari perusahaan multinasional. Sehingga uang yang dihabiskan di satu negara itu kembali keluar atau biasa disebut leakage.
Dengan berbagai fakta yang diketahui ini menimbulkan pertanyaan, apakah pariwisata masif adalah bentuk penjajajan baru? Penjajahan si kaya kepada yang miskin… Tapi kita masih bisa meelakukan perubahan. Kita bisa berinteraksi dengan warga lokal dan bercerita lewat media sosial. Menimbulkan kesadaran atas apa yang terjadi. Harapannya, empati yang muncul akan membuat orang-orang bergerak menimbulkan hidup yang lebih adil. Oktober lalu aku sempat tinggal selama satu bulan bersama beberapa temanku di Banyumas. Kami tinggal bersama warga dan ikut merasakan seluruh keseharian mereka. Setelahnya anak-anak yang di sana gantian main ke Jakarta selama seminggu. Sekarang giliran mereka yang merasakan keseharian seperti orang Jakarta. Hasilnya hampir semuanya bilang lebih senang tinggal di desa, karena di Jakarta terlalu penuh dengan orang. Aku rasa ini adalah salah satu cara berwisata yang baru. Dengan seperti ini ada interaksi yang terbentuk dan bukan hanya itu. Mereka juga merasakan hal baru, sehingga dari dua pihak saling mengerti. Terkahir aku bersyukur selama ini telah memilih berwisata dengan cara yang “berbeda” dengan wisataku selama ini yang berusaha membangun iteraksi dengan orang lokal, aku percaya pasti membawa hal positif.
0 Comments
Leave a Reply. |
KATALOG KARTUGenius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration. Tentang AkuNamaku Kaysan. Belajar melalui pengamatan alam, perjalanan, dan berinteraksi dengan banyak orang.
Menyimpan jurnal perjalanan dan foto. Berbagi cerita lewat blog ini, instagram, dan video #OASEmenit KategoriPROJEK 2020
Kelas Rahasia Di Balik Gambar Kelas Menulis Kak Irma Kelas Filsafat #MasaPandemi BURUNG Lifelist JBW Birdrace #AmatiJakarta KLUB OASE Pramuka OASE Media Juru Rupa PERJALANAN Australia 2014 Banyumas 2019 Cirebon 2014 Garut 2014 Kupang 2017 Lombok 2016 Malang 2017 Sumba Yogyakarta Sehari Arsip
September 2021
Indeks
All
|