Matahari saja belum terlihat, tapi aku dan ibu sudah berangkat menuju Pelabuhan Sunda Kelapa. Ngantukkk paraaaa tapi telat sedikit saja, lengangnya stasiun Buaran bakal terisi orang pergi kerja dan tak mungkin aku bisa masuk dengan tas carrier sebesar kulkas… Hari ini menjadi hari keberangkatan kami ke Pulau Seribu untuk eksplorasi 2018. Memang tahun lalu kami juga pergi ke pulau, jadi mirip-mirip. Ini adalah keputusan final setelah dua kali berganti tempat. Pertama Ujung Kulon dan yang kedua Gunung Halimun. Tidak ada output yang dikejar. Yang bakal jadi hasil akhir adalah jurnal perjalanan milik kami dan buku cerita perjalanan yang disusun oleh Kak Opal, Calon eksplorer baru… Sanus lagi?Kapal besi, besar dan bersih membawa kami ke P. Untung Jawa. Kapal ini sama seperti tahun lalu, yaitu Sabuk Nusantara 66. Kita memang harus memanfaatkan kapal ini sebanyak mungkin, karena negara sudah menyubsidinya, sayang jika tidak digunakan. Tidak ada yang berubah dari kapal ini, bahkan mbaknya masih sama dengan yang tahun lalu. Ahh, ada satu… Sekarang sekali naik kami tidak bisa turun lagi. Walaupun sekedar menunggu di dermaga. Ini disebabkan telah terjadi kerusuhan beberapa bulan sebelumnya. Terdapat penumpang yang tidak mendapat tempat padahal merasa sudah membeli tiket dan kursinya di tag-in oleh temannya. Di jalan menuju Dermaga Sunda Kelapa terjadi pengalaman unik. Mikrolet kami nyasar malah ke Kaliadem. Setengah jalan ibu tersadar dan menyadarkan sang supir. Kak Shanty: “Awalnya saya kira abang lewat jalan tikus biar cepet” Kami (Aku, Alev, Fakhri, Kak Opal. Fattah, Kak Ali, Ali, Kak Shanty) menjadi rombongan terakhir yang sampai di dermaga. Yang lain sudah duduk manis menunggu kami. Maklum, angkutan umum agak lama dibandingkan ojek-ojek onlen itu dan mobil pribadi (Tapi ramah lingkungan) Wawancara di Atas KapalEksplorasi tanpa wawancara kayak indomie tanpa bumbu… HAMBAR. Maka tanpa output pun kami tetap mendapat tugas mewawancarai penumpang kapal. Aku memilih Pak Shikigame (agak lupa si, gara-gara ga langsung ditulis) Bapak-bapak asal Jepang yang sudah 20 tahun di Indo. Fisiknya, mirip kakek-kakek yang di dregen ball, tanpa janggut dan tongkatnya. Dengan logat Jepangnya ia bercerita bahwa tujuannya datang ke P. Pramuka adalah memasang kabel bawah laut, untuk telkomsel. Dia menjadi ketua dari timnya yang berisi 7 orang, campuran Indonesia dan Jepang. Aku sebenarnya penasaran bagaimana bentuk fisik kabel yang akan dipasang oleh mereka, tapi karena agak terkendala bahasa dan pendengaran kuurungkan niatku. Trisha salah satu naks eksplorasi 2018, mewawancarai anak buahnya yang bertugas sebagai … . Trisha ini menurutku yang paling jago mewawancarai orang untuk tahun ini atau minimal paling jelas. Omongannya mudah dimengerti dan ekspresinya saat bertanya sangat semangat membuat narasumber antusias bercerita. “OOOH.. Begitu Pak” Aku juga sempat mencoba seperti Trisha. Tapi malah kelihatan kayak anak hiperaktif, yang senyum-senyum sendiri wkwkwkkw Yang Kulihat Hanyalah JalananDengan barang bawaan seperti kulkas kami berjalan kaki ke PKBM 37 Untung Jawa. Awalnya tidak ada niatan kesana, tapi kami bertemu dengan Pak Aji. Dan seperti 2017, kami diundang berkunjung. Suasana PKBM ini sebelas dua belas dengan yang di P.Harapan. Satu lantai, dengan beberapa kelas dan halaman yang cukup luas. Seluruh guru-guru sudah berbaris menyambut kami kayak di kondangan gitu wkwkwk. “Iya nanti siapa tahu yang kelas 9 mau ujian di sini bisa juga” ucap Pak Aji, sambil melihat ke beberapa orang termasuk aku, tapi tidak ada yang menjawab, auto hening. Aku senang sekali Pak Aji mengajak ujian disini, tapi jauhhhh jadi agak magerr. Tak mungkin juga aku sekolah rutin, sehingga pasti ujian agak awkward karena tidak kenal dengan teman-teman disana. Lanjut dari PKBM kami ke homestay milik BKSDA di sisi barat Pulau Untung Jawa. Aku tidak tahu letak pastinya PKBM 37, tapi tampaknya cukup jauh dari homestay. Karena 10 menit kami berjalan tidak ada perubahan, hanya setapak lagi dan lagi. Keringat sudah bercucuran, tasku sampai basah, tapi jalan ini belum juga berubah. Di depan mulai terlihat halusinasi kolam jus mangga dan es krim gratis. jus mangga pls. IH NGINTIPPulau Rambut selalu memberikan kejutan untukku. Kali ini aku terkejut karena ada bird hiding, yang sangat bagus dan mudah untuk diakses. Selama ini pilihan untuk melihat jika ke tengah adalah menara pengamatan di tengah pulau. Bird Hiding ini lebih gilss dari menara, karena jarak dengan burung lebih dekat. Aku juga tidak perlu memanjat tangga menara yang mengerikan. Beberapa burung yang bisa diamati dari dekat melalui bird hiding adalah Cangak Abu, Pecuk Padi Hitam, Kowak Malam Kelabu dan Kuntul Kerbau. Mereka terbang kesana kemari, tanpa peduli adanya mata-mata yang mengintip dari tempat sembunyi. Merupakan pilihan tepat memulai pengamatan dari tempat yang burung-burungnya besar. Karena kita dengan mudah bisa mengamatinya. Dinda dan Michelle contohnya, mereka sangat takjub karena ternyata burung di sini beragam dan besar-besar bet. Coba mulai pengamatan dari taman-taman kota di Jakarta. Kalau bukan burung gereja paling yang terlihat patung burung. Memang agak “menantang” pengamatan di Jakarta. Waktu itu temanku yang kuajak pengamatan di Jakarta mengatakan ternyata sangat mengasyikan… untuk tidur saat pengamatan… Kami datang di musim yang salah. Sudah tidak ada Bangau Bluwok bersarang yang bisa diamati lewat menara. Pohon-pohon sarang yang kalau bulan April berwarna putih sekarang hanya hijau saja. Ada dua ekor Bangau Bluwok yang teramati, tapi aku tidak melihat mereka tengger di pohon. Ketika sudah semakin gelap, jackpot datang. Elang Laut Dada Putih soaring sebentar sebelum menghilang di kejauhan. Ini adalah burung yang paling menarik di Pulau Rambut menurutku. Karena hanya sedikit tapi hampir pasti muncul. Selain itu ini elang gitulohh, siapa yang tidak suka elang, yegak. Lempengan-lempengan besi yang ada di menara ini tiap tahun makin karatan dan keropos. Pak Dicky sempat bilang bahwa mereka sudah dicat, tapi karatnya menurutku masih tetap kelihatan. Bahkan di beberapa anak tangga sudah bolong, karena keropos. Aku khawatir jika sewaktu-waktu biawak besar kejedot tiang menara, menara ini rubuh wkwk. Air di Pulau Ternyata Basah!Matahari sudah mau tenggelam, kami pun pulang. Karena pergi kelompok Dublob dan ANJING duluan, maka pulangnya kami duluan (Garam & Putri Duyung)
Supir kapal pengantar kami adalah bapak-bapak tua bernama Pak Syafei. Biasanya kapal ini digunakan untuk mengantar tamu snorkeling di sekeliling Pulau Rambut. Katanya fauna bawah laut Pulau Rambut pun tak kalah dengan yang di darat. Pasang membuat kapal kami bersandar di sisi timur pulau. Tidak di dermaga utama. Kami harus berjalan sedikit melewati air yang sudah mulai tinggi. Aku tentu saja berusaha tidak terkena air, mager cuy ngeringinnya. Tapi dengan terlalu banyak eksyen justru aku terjatuh ke air. Saat sudah naik, kapal miring ke kiri dan aku refleks menjejak kaki kembali ke pasir yang sudah lebih dalam sepatu bootsku. Jadilah aku pulang dengan air di sepatu. Malam hari, semua sudah lelah sehingga tidak ada yang berisik-berisik. Kami menulis logbook sambil menunggu telpon dari orang tua. Muka-muka anak yang lain sudah harap-harap cemas takut tidak ditelpon. Aku sih santuy, kayaknya ibuku gabakal nelpon juga… Tapi ternyata AYAHKU MASIH INGAT AKU :D
0 Comments
Leave a Reply. |
KATALOG KARTUGenius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration. Tentang AkuNamaku Kaysan. Belajar melalui pengamatan alam, perjalanan, dan berinteraksi dengan banyak orang.
Menyimpan jurnal perjalanan dan foto. Berbagi cerita lewat blog ini, instagram, dan video #OASEmenit KategoriPROJEK 2020
Kelas Rahasia Di Balik Gambar Kelas Menulis Kak Irma Kelas Filsafat #MasaPandemi BURUNG Lifelist JBW Birdrace #AmatiJakarta KLUB OASE Pramuka OASE Media Juru Rupa PERJALANAN Australia 2014 Banyumas 2019 Cirebon 2014 Garut 2014 Kupang 2017 Lombok 2016 Malang 2017 Sumba Yogyakarta Sehari Arsip
September 2021
Indeks
All
|