Dua hari sudah aku dan teman-teman beraktivitas di Pulau Untung Jawa dan Rambut. Hari ini kami pindah ke Pulau Pramuka dan Karya. Berbeda dengan pulau Untung Jawa. Saat di Pulau Karya kami tidur di tenda, di bibir pantai. Aku senang sekaligus sedih. Karena di tenda biasanya lebih asik, tapi gak ada AC wkwkwk. Peking PekingAda satu hal yang aku tidak suka dari berpindah tempat yaitu packing! Biasanya pergi kurus langsing, pulang-pulang gendut. Oleh sebab itu saat berpergian aku selalu meminimalisir barang yang digunakan. Nggak sikat gigi, nggak mandi, kalau luka dicuci aja, sleeping bag tidak dipakai. Tapi aku sudah berjanji dengan diri sendiri untuk perjalanan kali ini harus latihan packing. Sehingga aku mengeluarkan semua barang yang kubutuhkan, saat mandi tidur ataupun cedera. Perjalanan terasa lebih nyaman karena semua yang dibutuhkan ada wkwk. Aku baru mulai packing pagi hari sebelum pindah pulau. Bisa dibayangkan dong betapa riwehnya. Belum lagi sepatu bootsku sempat hilang. Pusing kepalaku. Aku cari ke bawah kursi, di luar homestay, atas genteng, di dalam pasir tidak ada juga. Akhirnya aku lihat sisi positifnya. Lebih banyak space kosong :D, barang berkurang, alhamdullilah. Ternyata sepatu bootsku hanya tertukar dengan Trisha, sehingga tasku penuh sesak lagi… Di saat semua packing Syauqi malah asyik bermain-main, sebagai ketua regu yang baik aku tentunya harus mengingatkan. “Syauqi, barang kamu sudah semua?” dalam hatiku rasanya ingin kujitak, sambil bilang “TRUS APA YANG UDAH MASUK.” Untung aku ingat masih banyak kegiatan lebih penting yang harus dilakukan. Dengan segala macam peristiwa pagi itu, pukul 07.00 semua sudah siap sedia di depan homestay. Kami berangkat bersama-sama tanpa berbaris sesuai regu. Bai-bai tempat ternyaman selama di eksplorasi 2018 :D Saat Mengambang di LautSaat kami sampai Kapal Sanus 66 yang kami naiki, belum juga datang. Cukup lama kami menunggu, sampai akhirnya datang (Saat kapal datang, kami sudah menjadi fosil) Anak OASE tidak kehabisan ide, sambil menunggu mereka bermain seluncuran menggunakan fasilitas disabel di Jembatan Pelangi. “Wuzzz” satu persatu berseluncur dengan cepat. Malangnya nasib Ali, saat berseluncur kakinya nancep ke aspal. Dari suaranya aja terdengar sakit dan benar saja kakinya bolong, tapi untung darahnya tidak ngucur. “Eh ada Kak Melly” seruku, di depan kami ada mentor eksplorasi 2016 yang juga teman Kak Shanty. Dia tampaknya diminta Kak Shanty menjadi mentor, menggantikan Kak Lala yang pulang duluan. Di kapal hanya ada 20 penumpang, jadi banyak ruang kosong. Kami semua memilih di bawah, karena masih pada ngantuk. Karena tidak ingin berjauhan beberapa tidur bertiga di satu kasur, termasuk aku… Rasanya udah kek lemper, MENCECET! Dengan berdempet-dempetan lebih panas, tapi tetap saja semuanya tidur pulas, saat bangun kapal sudah dekat P.Pramuka. Pulau Pramuka Siang ItuKami sampai tepat adzan dzuhur. Yang muslim segera ke berwudhu, sementara yang non muslim tidur-tiduran di depan masjid. Di masjid selain kami banyak juga anak-anak SMP setempat. Dari bajunya mereka tampak selesai berolahraga. Ada juga anak-anak SD dengan seragam pramuka dan terakhir bapak-bapak. Karena sedang perjalanan kami sholat dijam’a. Biasanya memang aku selalu dijam’a selagi memungkinkan, tapi aku baru tahu kita bisa sholat 4 lalu 2. Jadi selesai sholat berjamaah kami sholat sendiri tapi 2 doang. Setiap regu diberi kebebasan oleh kakak untuk membeli makan siang atau bahan untuk dimasak di pulau. Rencana awal regu ku, bergantian. Jadi 2 orang jaga tas, 2 orang beli makan. Untungnya ada Kak Opal dan Kak Ali yang bersedia menjaga tas semua orang, dengan bayaran makan siang :D Warung yang kami pilih letaknya tidak jauh dari masjid kira-kira 50 meter, namanya “Warung Pak Oji” Depannya ada tempat makan yang menjorok ke laut. Tempat ini paling ramai pengunjung, aku tebak karena banyak tempat untuk pengunjung duduk. Sebenarnya yang membangun ini bukan warung tersebut tapi Pemerintah setempat. Akibat membeli kelapa saat di Pulau Untung Jawa, keuangan kami paling kritis, aku cek di dompet sisa 320.000. Mengingat itu membuat kami semua berhemat. Makananku, Ali dan Syauqi hanya 12.000, dengan 12.000 kami dapat telor ceplok, kentang balado dan mie goreng, cukup nikmat bukan? Dan dengan brillian Fakhri membeli pecel ayam, harganya 2 kali makanan kami wkwk. “Yuk, kelompok kamu juga mau nitip ta? Saat makan kudengar di belakang kelompok perempuan, akan pergi membeli telor. Langsung aku bergerak cepat, untuk nitip juga. Lumayan kan menghemat tenaga dan waktu. Anja emang paling baikk deh :D Karena telor sudah dibelikan grup lain, reguku pergi ke membeli ikan di “Warung Ikan Segar Ibu Nurlela.” Di jalan, bahkan dari Jakarta kami sudah merencanakan untuk membeli bawal, karena kane para kalau dibakar. “Ikannya habis” Gagal sudah rencana ikan bawal kami, selamat tinggal ikan bawal :( Kakak mentor yang ikut membeli ikan bersama kami akhirnya talking-talking sama Bu Thomas, si penjaga warung. Diputuskan, untuk mebeli ikan yang nelayan bawa selesai melaut, belum pasti ikan apanya. Sore hari dia mengantarnya sekalian telur dan aqua. Karena kami juga belum menemukan kedua bahan itu, tempat yang Anja datangi sudah habis. Menginap Bersama PolisiPukul 14.00, kami semua berangkat ke Pulau Karya. lLetaknya tak jauh, paling 10 menit menggunakan ojek kapal. Kapal yang kami naiki terbuat dari kayu, ukurannya lebih besar dari kapal yang dipakai ke Pulau Rambut. Karena fungsi utamanya adalah ojek kapal, kami naik bersama beberapa penumpang lain, tapi tidak banyak. Ada 3 orang kru kapal, (Agak lebay si kalau dibilang kru kapal) satu nahkoda dan dua anak buahnya, yang satu masih bocah. Si bocah kira-kira usia 7-8 tahun, kulitnya coklat terbakar matahari dan ingusan. Dia bertugas mengangkat tali yang menambat kapal. Aku takjub dengan kekuatan bocah ini (sayang bet, lupa aku tanya namanya) Dia mampu mengangkat tas sebesar kulkas dan memindahkannya ke dermaga. Kerilnya aja lebih besar daripada orangnya. Kalau sewaktu-waktu dia ilang tenaga nyemplung dah ke laut. Pulau Karya biasanya kosong tidak orang yang tinggal, tetapi saat kami datang. Sebuah Kapal Besar Nan Gagah bercat hitam tertambat di dermaga, namanya KM Kolibri. Kulihat dari jauh, banyak tengki-tengki serta fin yang disusun rapi. Serta beberapa polisi sedang berenang menggunakan peralatan diving di sekitar kapal. Kusimpulkan para pak polisi ini sedang latihan diving. Ternyata bukan Pak Polisi yang latihan melainkan polwan. “Hebat ya, mereka bisa menyelam gitu, kan susah pasti” pikirku dalam hati. Mereka hanya satu hari di pulau, jadi tidak menginap bersama kami. Padahal kalau bareng kan asik, lebih rame lebih mantap. Nasinya Kerad!Di pikiran Ali, Syauqi dan Fakhri begitu melihat beningnya air, adalah berenang! Oleh kakak pembina, mereka dipersilahkan berenang asal semua sudah siap, tenda dan makan malam. Sisi positifnya kelompokku bekerja sangat cepat, ketika yang lain masih membangun tenda, kita sudah selesai memasak cumi. Tapi pikiran mereka, ke laut terus jadi, begitu merasa selesai langsung secepat kilat ke laut. Syauqi ditinggalkan memasak nasi sendirian dan GAGAL WKAKAKA. Aku saat itu pergi bersama bapak penjaga pulau untuk melihat sekitar. Nasi buatan Syauqi, sebenarnya lumayan, memang setengah matang tapi masih ok. Yang jadi masalah adalah nasinya penuh dengan PASIR. Bukan hanya diatasnya, tapi sudah tercampur ke setiap butir nasi. Jadi saat digigit “kress…kress” lalu mulut kami rasa tanah. Pencuri Mini“HEIIIII… ITU KUCINGNYA NGAMBIL IKAN” Bak suku pedalaman, semua mengejar kucing itu. Ada yang tanpa alas kaki, ada yang sambil teriak-teriak dan yang paling epic bawa bambu runcing. Kucing ini sayangnya jauh lebih lincah dari kami semua. Akhirnya karena masih ada waktu kami bermain-main di lapangan. Selama itu kuhitung, 5 kali pencuri mini itu datang ke tenda Alev mengambil ikan miliknya. Awalnya mereka masih mengejar kucing tersebut, tapi lama-lama lelah dan pasrah. Aku berani bertaruh pasti ini salah satu hari terbaik kucing tersebut, Sehari 5 ikan cuy, kapan lagi. Satu hal yang ku bingung adalah kenapa grup Alev tidak memasukan ikan milik mereka ke tenda, atau sejenisnya agar tidak dicolong. Hidup si Pencuri dalam GIFGelap CuyDi pulau minim sekali penerangan sehingga ketika maghrib datang, semua gelap. Dengan pohon-pohon yang tinggi dan angin yang kencang menambah suasana seram di pulau. Sambil mengusir kengerian aku ikut Kak Ali membakar ikan, milik kami. Cara Kak Ali membakar ikan unik lho. Dia menjepit ekor dari ikan yang kami masak, lalu di taruh di sekeliling api. Bahkan Pak Syahrudin, perwakilan dari kelurahan mengatakan pertama kalinya dia melihat yang seperti ini. Biasanya mereka menusuk ikan, lalu dibakar. Untuk mendapatkan pengikat bambu agar bisa menjepit ikan juga cukup sulit. Kami mengambilnya dari intisari kabel bekas. Aku baru tau, kalau kabel yang biasa digunakan untuk telepon atau listrik, itu dalamnya berisi kabel tembaga dan itu kayak satu kabel panjang. Selama ini kukira itu terdiri dari beberapa kabel yang nyambung. Belum sempat kucoba ikan yang dimasak, ngantuk menyerangku. Akhirnya aku masuk tenda duluan meninggalkan teman-temanku yang masih asik ngobrol. “Bukk” Kepalaku tertendang Syauqi yang tidur mirip pemain gymnastics. Kulihat jam tanganku sekitar pukul 00.00, di luar masih terdengar suara anak-anak. Jadi kuputuskan untuk keluar, agar terbebas dari Syauqi dan dekat dengan keramaian. Di luar aku… tidur lagi lahhh, ngapain ngobrol dah malem cuy.
0 Comments
Leave a Reply. |
KATALOG KARTUGenius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration. Tentang AkuNamaku Kaysan. Belajar melalui pengamatan alam, perjalanan, dan berinteraksi dengan banyak orang.
Menyimpan jurnal perjalanan dan foto. Berbagi cerita lewat blog ini, instagram, dan video #OASEmenit KategoriPROJEK 2020
Kelas Rahasia Di Balik Gambar Kelas Menulis Kak Irma Kelas Filsafat #MasaPandemi BURUNG Lifelist JBW Birdrace #AmatiJakarta KLUB OASE Pramuka OASE Media Juru Rupa PERJALANAN Australia 2014 Banyumas 2019 Cirebon 2014 Garut 2014 Kupang 2017 Lombok 2016 Malang 2017 Sumba Yogyakarta Sehari Arsip
September 2021
Indeks
All
|