Setelah melakukan riset di internet, aku baru tahu bahwa Indonesia adalah produsen tuna terbesar di dunia. 16% dari keseluruhan tuna yang ada didunia berasal dari Indonesia atau sekitar 1,2 Juta Ton. Walaupun begitu dari banyaknya tuna berkualitas yang dihasilkan, orang Indonesia hanya kebagian dalam jumlah kecil, itupun kelas 2, bukannya yang premium. Kebanyakan tuna premium diimpor baik dalam keaadan fresh ataupun beku. Bahkan tuna menjadi komoditas eskpor seafood kedua terbanyak di Indonesia setelah udang. Pembelinya mayoritas dari Jepang untuk yang kondisi fresh dan Amerika untuk yang kondisi frozen. Sementara kita dapat sisanya. Aku rasa di Indonesia pun ikan masih kalah pamor dengan ayam dan ikan jadi pasarnya lebih kecil. Tahun 2016 ada 7,7 juta ton tuna yang terjual di seluruh dunia. Yang menarik untuk aku cari tahu lebih dalam adalah tentang cara penangkapannya. Di seluruh dunia ada beragam cara yang digunakan untuk menangkap mereka, menurut International Seafood Sustainability ada 5 cara yang umum digunakan. Pertama adalah purse seine, kedua longline, ketiga troll, keempat gillnet dan kelima adalah pole and line.
Sementara itu, metode pole and line alias mancing menggunakan tali mempunyai potensi salah tangkap yang sangat kecil dan jika tertangkap bisa langsung dilepas lagi. Selain itu, tuna-tuna ini ditangkap satu-satu jadi masih ada kesempatan ikan untuk pergi dan berkembang biak. Indonesia patut bangga, kita adalah negara kedua terbesar yang menggunakan teknik pole and line dihitung dari berat hasil tangkapannya. Selama setahun kita menangkap 100.000 ton keluarga Tuna dengan cara ini. Jadi hampir 10% dari total tuna yang kita produksi. Jenis utama yang ditangkap menggunakan cara ini adalah Cakalang dan Madahidang. Aku sebelumnya sudah pernah melihat ketika nelayan-nelayan ini berkerja menangkap Cakalang. Metode ini juga dikenal sebagai Huhate. Aku menemukan video Watchdoc dengan judul yang sama saat sedang berselancar ria di internet tapi belum sempat ku tonton. Huhate ini menurut buku “Tuna” yang diterbitkan KKP digunakan oleh para nelayan tradisional. Sementara nelayan industri menggunakan purse seine karena jauh lebih efektif. Dari sini aku rasa kita bisa melihat, terdapat perbedaan objektif. Yang satu mempunyai objektif untuk tetap hidup selaras dengan alam sementara yang satu lagi berfokus pada keuntungan. Aku bertanya-tanya apakah sebenarnya Indonesia perlu menjadi negara pengekspor tuna nomor satu? Untuk menjadi nomor satu dari logikaku berarti semakin banyak tuna yang harus ditangkap, mungkin kita lupa bahwa tuna juga perlu waktu untuk kembali beregenerasi. Aku rasa penting juga untuk mengobrol dengan nelayan tradisional dan belajar tentang prinsip yang mereka miliki. Seperti Huhate contohnya, pasti ada alasannya dibalik kenapa leluhur mereka dahulu memilih untuk menangkap ikan satu-persatu. Mungkin pemerintah perlu belajar tidak hanya kepada negara-negara asing, tapi juga kepada nelayan tradisionalnya sehingga kebijakan-kebijakan yang dibuat juga mempertimbangkan unsur keseimbangan alam :D Referensi:
0 Comments
Leave a Reply. |
KATALOG KARTUGenius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration. Tentang AkuNamaku Kaysan. Belajar melalui pengamatan alam, perjalanan, dan berinteraksi dengan banyak orang.
Menyimpan jurnal perjalanan dan foto. Berbagi cerita lewat blog ini, instagram, dan video #OASEmenit KategoriPROJEK 2020
Kelas Rahasia Di Balik Gambar Kelas Menulis Kak Irma Kelas Filsafat #MasaPandemi BURUNG Lifelist JBW Birdrace #AmatiJakarta KLUB OASE Pramuka OASE Media Juru Rupa PERJALANAN Australia 2014 Banyumas 2019 Cirebon 2014 Garut 2014 Kupang 2017 Lombok 2016 Malang 2017 Sumba Yogyakarta Sehari Arsip
September 2021
Indeks
All
|