Untuk tugas minggu ini kami mendapat tugas untuk mewawancarai Aktivis Pangan. Aktivis Pangan adalah orang yang menyuarakan suatu hal yang mereka tidak setujui yang berhubungan dengan pangan. Sebenarnya kami ditugaskan untuk mewawancarai saat Festival Desa berlangsung. Tapi aku sedang di Lombok dan tidak sempat ke Festival Desa, sehingga aku mewawancarai orang lain. Ibu berhasil mendapat info tentang seorang pembuat tempe menggunakan kedelai lokal. Nama bapak itu adalah Pak Agus ia tinggal di Rawa Bacang, Pondok Gede. Tuhan ciptakan kita makan dari sekitar jadi, tidak perlu impor dari luar "Tempe dimana-mana begitulah kesanku begitu masuk ke rumah Pak Agus. Rumahnya yang tidak terlalu luas penuh dengan tempe dan kedelai. Aku langsung bisa melihat kedelai yang sedang direndam, di masak dan tempe yang didiamkan agar bagus saat jadi. Pak Agus sebelum membuat tempe adalah aktivis yang menolak impor bahan makanan. Ia mulai membuat tempe sejak 2010. Dulu ia hanya membuat tempe koro tapi sejak 2 tahun yang lalu ia mulai membuat tempe menggunakan kacang kedelai lokal yang ia dapatkan dari temannya di Jogja. Sungguh menarik mendengarkan Pak Agus bercerita tentang kedelai, tempe dan pangan. Ia menolak impor kedelai karena menurut prisipnya "Lokal untuk Lokal" "Tuhan ciptakan kita untuk makan dari sekitar jadi tidak perlu impor dari luar, biar makanan yang di impor untuk orang di sana" ujar Pak Agus. Apalagi kedelai impor hampir semuanya adalah GMO (Genetically Modified Organisms) jadi kedelai GMO itu sudah dimodifikasi gennya untuk mendapatkan yang terbaik. Efek dari GMO bisa membuat kita sakit kanker! Sebaliknya jika kita memakan kedelai lokal kita justru menjadi lebih sehat. Kita bisa melihat bahwa kedelai impor lebih tahan lama dan tidak berubah warnanya. Sebagai contoh kedelai lokal hanya bertahan 2-3 bulan, setelah itu pasti muncul kutu. Tapi kedelai impor bisa bertahan sampai 2 tahun. Setelah asik mengobrol tentang kedelai GMO dan sejenisnya aku kembali ke tujuan utamaku yaitu bagaimana cara membuat tempe dan dimana ia menjualnya? Ternyata tempe memakan waktu yang cukup lama untuk membuatnya (menurut pandanganku) butuh waktu 5-6 hari untuk selesai. Tempe disini lebih banyak gizinya karena menggunakan metode dikecambahkan. Biasanya kedelai direndam dan saat masih berbentuk kacang mereka diangkat, kalau ini ditunggu sampai keluar tunasnya baru di angkat. Dengan cara itu kandungan gizi di kedelai meningkat dan lebih sehat untuk dimakan. Selain kacang kedelai Pak Agus juga membuat tempe kacang koro dan kedelai hitam. Rasa dari tempe koro lumayan tapi ada rasa asam dan lebih keras. Harga untuk kacang koro adalah Rp. 4.500 dan Rp. 7000 untuk kacang kedelai, saat ini Pak Agus belum menjual yang kedelai hitam karena masih belum berhasil. Ia menjual tempenya ini di sesama anggota KOI dan facebook Agus's Tempe. Sekian wawancaraku dengan Pak Agus
1 Comment
bunda Julia
27/11/2016 02:41:19
Terimakasih kaysan info mengenai tempe yang keren ini..
Reply
Leave a Reply. |