Untuk tugas minggu ini kami mendapat tugas untuk mewawancarai Aktivis Pangan. Aktivis Pangan adalah orang yang menyuarakan suatu hal yang mereka tidak setujui yang berhubungan dengan pangan. Sebenarnya kami ditugaskan untuk mewawancarai saat Festival Desa berlangsung. Tapi aku sedang di Lombok dan tidak sempat ke Festival Desa, sehingga aku mewawancarai orang lain. Ibu berhasil mendapat info tentang seorang pembuat tempe menggunakan kedelai lokal. Nama bapak itu adalah Pak Agus ia tinggal di Rawa Bacang, Pondok Gede.
1 Comment
Minggu ini tugasnya masih sama seperti minggu kemarin yaitu Riset Bersama. Setelah brainstorming selama seminggu sekarang saatnya untuk yang nyata yaitu mewawancarai narasumber. Walaupun kita bekerja berkelompok tetapi narasumbernya berbeda-beda. Aku memilih Petani di PIK, Penjual Beras di Pasar Induk Cipinang dan temanku. Saat riset aku ditemani teman sekelompokku yaitu Dhifie, ia juga mewawancarai Pak Petani. Pada hari Rabu 28/9 Dhifie dan aku merencanakan untuk riset bersama di sekitar rumahku. Pada pagi hari sekitar pukul 08.00 kami bersepeda ke Sawah satu-satunya yang ada di Kelurahan Penggilingan. Karena kami telat matahari sudah lumayan tinggi, Pak Petani juga beberapa sudah hilang untungnya kami menemukan satu orang yang sudah cukup tua sedang beristirahat. Dari mukanya sepertinya berumur 60-70 tahun, namanya Wariyan. Dari keterangannya sawah yang ia garap ini adalah milik warga sekitar mereka bersama-sama menggarap sawah. Jika panen mereka menjual beras saat masih berupa gabah ke orang yang berminat karena mereka tidak punya penggiling, jadi mereka tetap membeli beras di pasar. Beras yang mereka tanam di sawah seluas 1 hektar ini adalah jenis Cierang Jumbo, bibitnya mereka beli di kampung. Setelah selesai mewawancara Pak Wariyan kami langsung pergi ke Pasar Induk Cipinang karena takut pejual di pasar sudah istirahat atau bahkan sudah tutup. Berbeda dengan PIK yang bisa dicapai dengan sepeda, jarak Pasar Induk Cipinang dengan rumahku cukup jauh sehingga kami pergi menggunakan Bus Transjakarta. Sampainya di sana kami masih kebingungan karena tidak tahu mana yang akan diwawancara. Terdapat lebih dari 10 toko dan semua menjual beras, selain itu kami minder karena tidak kenal dengan narasumber. Karena kami harus mewawancarai untuk Eksplorasi akhirnya kami memilih salah satunya karena kami lihat sedang beristirahat. Ternyata ia tidak bisa dan menyarankan untuk pergi ke toko sebelahnya. Beruntung sekali kami, orang yang kami wawancarai sangat koperatif dan suaranya jelas. Ternyata ia baru berjualan selama 9 tahun. Dari yang keterangan yang kudapat temannya ada yang sudah berjualan selama 50 tahun. Walaupun tulisan di atap Pasar Cipinang adalah "Pasar Beras dan Palawija" tapi yang sekarang dijual tinggal beras dan ketan. Nama toko yang kami wawancarai adalah Toko "Sinar Jaya" Dalam sehari Toko "Sinar Jaya" bisa menjual 30 ton beras, itu termasuk menengah kebawah, untuk menengah keatas bisa sampai 300 ton dalam sehari. Jika kamu berkeliling Jabotabek dan bertanya ke tukang beras mungkin sebagian besar menjawab berasnya berasal dari Cipinang. Menurut Pak Ayong pemilik toko "Sinar Jaya" hampir seluruh beras yang ada Jabotabek di kirim dari Pasar Beras Cipinang. Terdapat empat kualitas beras yang dijual di Pasar Induk Cipinang, yaitu kualitas buruk, ini merupakan yang termurah dengan harga kisaran Rp. 7,000, lalu kualitas sedang ini merupakan yang paling banyak dibeli orang karena cukup baik dan murah, harganya kisaran Rp. 8,000, lalu kualitas bagus dan terakhir premium dengan harga Rp. 13,500. Beberapa bulan yang lalu sempat beredar kabar bahwa terdapat Beras Plastik yang diimpor dari Cina, tapi itu tidak mungkin karena import beras adalah sesuatu yang sangat dilarang sehingga para pedagang tidak berani melakukannya. Kata Pak ayong juga itu hanya isu yang beredar, karena di Pasar Induk Cipinang tidak ada beras plastik. Saat wawancara aku merekamnya dalam bentuk mp3, lalu aku tulis transcriptnya silahkan click disini untuk melihat transcript. Setelah berhasil mengetahui tentang asalnya beras aku jadi penasaran apakah teman-temanku bisa memasak beras dan paling suka berasnya dibuat apa? Aku mengambil 3 orang, dan semuanya tidak bisa memasak nasi bahkan menggunakan rice cooker. Pada hari sabtu aku pergi ke Toko beras yang menjadi laggananku. Pemilik toko ini adalah Bu Andi, ia adalah tetanggaku di komplek. Ia awalnya berjualan beras karena isu Beras Plastik, ia mempunyai sawah sendiri sehingga tahu persis apa yang dilakukan dengan berasnya. Sawahnya terletak di Temanggung, setiap bulan diantarkan hasil panennya ke Rumah Bu Andi menggunakan Truk Hino yang besar. Beras yang dikirm setiap bulan sekitar 3 kilo, jika dibandingkan dengan Toko "Sinar Jaya" sangat jauh perbedannya tu menunjukan bahwa pembeli beras yang dijual oleh Bu Andi jauh lebih sedikit dibandingkan Pak Ayong. Jika lewat depan rumahnya terdapat sebuah banner bertuliskan jual beras tanpa pemutih, pengawet, plastik dan pewangi. Jadi beras yang dijual ini karena tidak menggunakan pemutih dan pengawet jadi lebih cepat kutuan dan warnanya kurang menarik. "Beras diJakarta itu sebagian besar menggunakan pemutih dan pengawet dek, jadinya lebih menarik dan lebih tahan lama" ujar Bu Andi, walaupun begitu aku belum bisa memastikan kebenarannya karena belum di kroscek. Aku sangat senang dengan tugas minggu ini karena menyenangkan dan sangat menantang, apalagi saat kita harus bekerja sebagai tim, berbagai masalah menghampiri kami. Seperti habis pulsa, tidak memiliki waktu dan yang paling utama adalah kurang percaya diri. Aku belajar sangat banyak di tantangan kali ini seperti percaya diri berbicara dengan orang baru, berbagai jenis beras dan bekerja sebagai kelompok bukan perorangan. |