Pendahuluan Beras, makanan utama hampir seluruh rakyat Indonesia. Tua, muda, laki-laki dan perempuan semua suka makan nasi, bahkan beberapa orang bilang belum makan namanya kalau belum makan nasi. Budaya nasi menjadi makanan pokok pun tampaknya sudah ada cukup lama. Walaupun sebenarnya dari info yang kubaca di website GoodNewsfromIndonesia.com ternyata beras itu…. bukan makanan pokok asli indonesia! Beras baru datang saat pedagang-pedang dari India berdagang di Indonesia, mereka pun membawa beras untuk dimakan. Makanan asli Indonesia adalah sagu, tetapi entah kenapa beras berhasil menggantikan sagu menjadi makanan pokok. Kenapa Beras? Tetapi yang menjadi ketertarikanku bukanlah sagu, ataupun sejarah beras menggantikan sagu, melainkan bagaimana proses beras dari awal sekali sampai hadir di meja makan kita. Kenapa aku memilih beras? Karena di saat persiapan eksplorasi aku dan lainnya mendapat tugas meneliti beberapa jenis makanan seperti beras, kue tradisional, ikan dan buah. Aku mendapat tugas untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang beras. Dari situ aku pun semakin tertarik dengan beras. Maka saat perjalanan besar dilakukan, aku memutuskan untuk mencari tahu tentang beras. Apalagi di Jogja cukup mudah ditemui sawah, beda dengan Jakarta. “Di Pasar Cipinang ada semua jenis beras” terang Pak Acong, “Oh, harganya beda-beda gak?” tanya Dhifie “OH, tentu aja beda. Yang murah Rp. 7.500, sedeng Rp. 8.500, yang bagus Rp. 10.500, yang premium Rp.13.500” JakartaPak Acong dan Pasar Cipinang Setelah mendapat tugas mengenai beras aku langsung mencari tahu sebanyak-banyaknya. Beruntungnya aku di dekat rumah terdapat Pasar Induk Beras Cipinang, salah satu tempat penjualan beras terbesar di Indonesia. Aku bersama dengan Dhifie mencari tahu segala hal tentang penjualan dan pengiriman beras ke Jakarta dan kota besar lainnya. “Jadi beras di Cipinang ini diantar dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, tiap hari diantar menggunakan truk” jelas Pak Acong kepada kami. Pak Acong adalah penjual beras di pasar. Saat kami datang ke sana, dan bingung mau mewawancara yang mana, Pak Acong langsung bersemangat saat kami mengutarakan berniat untuk mewawancarainya. Beras di Cipinang berasal dari mana saja, begitu juga pasar yang membelinya. Dari Batam sampai Irian! Beras sama seperti barang-barang yang lain ada kelasnya juga. “Di Pasar Cipinang ada semua jenis beras” terang Pak Acong, “Oh, harganya beda-beda gak?” tanya Dhifie “OH, tentu aja beda. Yang murah Rp. 7.500, sedeng Rp. 8.500, yang bagus Rp. 10.500, yang premium Rp.13.500” Tidak selamanya yang paling bagus yang paling laku. Kebanyakan orang JUSTRU memilih membeli yang kualitas sedang, karena harganya yang lebih murah, dan rasanya yang enak. Selain tentang penjualan beras di Pasar Cipinang, kami juga mendapat pengetahuan tambahan tentang operasi pasar dan juga jenis-jenis beras. “Jadi operasi pasar itu adalah operasi dari pemerintah guna menstabilkan harga bahan pokok, sebagai contoh adalah beras. Kalau beras operasi pasar diadakan di sini, di Pasar Cipinang” ujar Pak Acong dengan senang hati. Banyak sekali info yang berhasil kami dapatkan, tetapi aku ingin tahu cara menanam beras, dan para petani beras. Bertemu Bu Andi Walaupun dekat dengan Pasar Cipinang, kami tidak membeli beras di sana. Bu Andi, ia adalah penjual beras langgananku, salah seorang tentangga di rumah. Beras yang ia jual berasal dari kebunnya sendiri, dan ia jamin seratus persen tidak menggunakan pengharum, pemutih dan pestisida. Rasanya menurutku tidak terlalu berbeda dengan beras lain. Hampir tidak ada info tentang beras yang baru ku tahu. Tapi ada 1 info yang sangat bombastis! “Jadi dek, beras di Cipinang itu karungnya aja yang beda, isinya sama semua alias Beras Oplosan” Wew, ini adalah sebuah info yang sangat menarik, tapi untuk memastikannya aku harus mengkrosceknya. Aku tidak berhasil menemukan apapun yang berkaitan dengan kebenaran info dari Bu Andi, maka aku tidak yakin bahwa ia berkata sejujurnya. Pasar Bu Andi tidak sebanyak Pak Acong, buktinya Bu Andi hanya menjual 3 Ton per minggu, sementara Pak Acong bisa menjual 30 ton beras per hari! Karena itu aku menjadi sangat penasaran segala hal tentang penanaman beras dan yang berkaitan dengan petani. Siapa tahu aku bisa menanam beras sendiri, jadi lebih hemat :) JogjaPupuk kimia, tidak sehat tapi… Selama perjalanan Eksplorasi yang aku dan teman-teman lakukan, aku menyimpulkan bahwa beras tidak bisa lepas dari pupuk kimia. "Pupuk adalah kunci dari beras yang bagus dek” kata Bu Murni, ibu pemilik homestayku yang juga petani. “ooo, kalau ibu tau nggak bahwa pupuk kimia itu berbahaya dan bisa menybabkan kanker?” tanyaku. Ternyata si ibu tidak mengetahui bahwa pupuk kimia itu sangat berbahaya, yang mereka tahu hanya pupuk kimia murah dan sangat bagus untuk beras, karena bisa membuat beras lebih banyak. Aku pun jadi penasaran siapa yang menyebarkan pupuk kimia ke para petani di desa, karena kata mereka dulu mereka hanya menggunakan pupuk kandang, dari kambing yang dipelihara di rumah mereka. Pemerintahlah yang menyebarkannya! Pupuk kimia sudah ada di desa itu lebih dari 20 tahun! Dulu ketika jaman Soeharto, pemerintah membagikan pupuk kimia dengan embel-embel membuat produksi meningkat pesat. Memang yang mereka katakan tidak salah, tetapi mereka tidak bilang bahwa menggunakan pupuk itu berbahaya bagi tubuh. Selain sejarah pupuk kimia di kampung, kami juga mencari tahu apakah ada pupuk kandang di pasar tempat para petani di daerah homestayku membeli pupuk. Semua jenis pupuk tersedia lengkap di toko itu, tetapi begitu kami bertanya tentang pupuk kandang yang diberikan ke kami adalah pupuk Petroganik, yang masih memiliki kandungan kimia, mungkin karena mereka membuat pupuk kandang sendiri, tetapi dari keterangan yang kudapat mereka tidak full menggunakan pupuk kandang karena sering habis sebelum sempat digunakan untuk seluruh wilayah tanam. Aku ingin membuat pupuk kandang yang murah, tersebar luas di daerah, bukan kimia, dan bisa menghasilkan lebih banyak padi. Penanaman Padi, sebuah proses yang sangat penting Apakah kamu berpikir bahwa padi muncul sendirinya “Whuzz” tiba-tiba sudah ada padi yang siap digiling, atau bahkan siap dimasak. Untuk mencari tahu caranya menanam padi, maka aku mencobanya selama perjalanan di Jogja. Beruntungnya aku mendapat keluarga petani, maka aku berkesempatan untuk ikut dalam proses penanaman. Aku berhasil mencoba menebar pupuk, selain itu tidak ada karena waktu penanaman memakan waktu 4 bulan, yang artinya untuk mencoba semuanya aku harus tinggal selama 4 bulan di sana. Ada lebih dari 3 proses yang harus dilakukan sampai padi bisa dipanen. Satu kesalahan saja bisa membuat gagal total. Bisa dibayangkan perjuangan agar tidak ada yang gagal dan sampai di meja makan kita dengan selamat. Menebar pupuk dilakukan lebih dari 3 kali untuk menghindari hama dan membuat lebih banyak beras. Para petani sangatlah hebat, mereka bisa mengerjakan 1 petak sawah dengan luas sekitar 1000m2 sendirian. Kemarin selama di sana aku melihat bahwa tanpa alat-alat yang memadai mereka sudah bisa mengerjakan sawah, apalagi dengan alat yang tepat. Aku berpikir untuk membuat sebuah alat bantu agar mereka bisa bekerja lebih efisien. Hal-hal yang bisa membantu para petani (Menurutku) Akhirnya setelah belajar di desa selama 1 minggu, aku memperhatikan bahwa mereka bisa bekerja lebih efisien dengan hal yang tepat. Ini adalah ide-ideku tentang apa yang bisa membantu mereka. Gerobak Kucing
Koperasi
Penutup Sebenarnya banyak sekali pelajaran, info dan juga ide-ide aneh yang maungkin bisa membantu untuk para petani di desa. Aku jadi lebih menghargai nasi dengan cara makan 3 piring :) Selain itu juga aku ingin berterima kasih untuk Allah SWT, Kakak-Kakak fasilitator yang baik dan sabar, juga Bu Murni, Mbah Adi yang bersedia menyediakan tempat tinggal untuk kami juga orang-orang lain yang sangat banyak sehingga aku tidak bisa menyebutkannya satu per satu. ©Kaysan 2017
0 Comments
|