“Bu kami pamit dulu, tapi sebelumnya boleh nggak foto bareng dulu?”
Tanyaku kepada Bu Ratna dan Pak Askar. Pagi ini kami kembali ke Jakarta menggunakan kapal Sanus 66. Sedih rasanya kami harus pergi dari pulau, aku merasa kami pergi terlalu cepat. Belum banyak yang bisa dieksplor selama disana. Tetapi di sisi lain dengan semakin cepat pulang berarti lebih sedikit jurnal yang harus ditulis. Berita buruk malam harinya Kak Lala ayahnya masuk rumah sakit sehingga harus berangkat lebih dulu dari kami semua. Sehingga paginya kami harus ikut kakak mentor yang lain karena tak ada yang mengurus.
0 Comments
Z: “Kay, Oiiii. Jadi gak nih kita kasih kuenya?” Itulah kira-kira percakapan kami sebelum memberikan hadiah berupa kue kepada teman-teman yang sedang kelaparan. Sungguh baik kami memberikan kue yang masih utuh kepada teman-temanku, mungkin pikir mereka. Tetapi sebenarnya kue talas bogor tersebut sudah expired sehari… Seperti yang kami prediksi anak-anak tersebut langsung menyambar kue seperti hyena kelaparan. Dalam waktu sekejap kue tersebut tinggal setengah. Kami yang balik langsung terbahak-bahak melihat betapa kelaparannya anak-anak. Karena kami tidak suka bohong maka disampaikan bahwa kue itu sudah basi. “GAK Papa, malah makin enak tuh Jak” Burung kuntul asyik mencari makan, di sekitaran mangrove yang ditanam oleh bapak tempatku tinggal, Pak Askar namanya. Hari ini aku, Adinda dan Naufal akan ikut bapak melaut. Aku dan Naufal ikut bapak melaut karena ini bukanlah kesempatan yang bisa datang lagi, sementara Adinda ikut karena outputnya tentang mangrove, dan bapak adalah salah satu aktivis mangrove di Pulau Harapan. Bersama 10 temannya ia tergabung di SPTP (Sistem Pengembangan Tekno Pertanian) Mereka lah yang menanam mangrove di sekitaran pulau. Aku: Bagaimana cara Menanam Koralnya pak? Terbayang olehku malam sebelumnya mereka mengikatnya di kawat gigi seperti Alev pakai, aku sampai bertanya-tanya bagaimana caranya kawat tersebut kuat menahan beban koral. Ternyata kawat gigi yang diceritakan Pak Askar sangatlah berbeda dengan bayanganku. Kawat ini besarnya selinggis dan dibuat seperti kandang ayam, lalu ditenggelamkan. Setiap 2-3 bulan sekali mereka membersihkan koral dari sampah yang menyangkut.
Byurrrr Satu-persatu anak berloncatan ke dalam air dengan hamparan karang dibawahnya. Puluhan ikan kecil langsung menghampiri kami, mereka malah menggigit kami. Karang dengan warna putih-dan merah dibawah membuatku langsung mengeluarkan kamera untuk memotretnya, walaupun menurutku alam bawah airnya lebih bagus di Lombok, tetapi ini tetap saja keren karena ada di dekat JAKARTA! Ini adalah pertama kalinya aku menggunakan snorkel untuk snorkeling. Biasanya aku hanya menggunakan kacamata, karena pengalaman setiap kali mencoba menggunakan alat snorkel, air selalu masuk ke dalam mulutku. Tetapi setelah dilatih oleh Kak Ginting dan Pak Sukaji aku lebih percaya diri. Ternyata snorkeling dengan peralatan yang “seharusnya” jauh lebih enak karena aku tidak perlu mengambil nafas.
Jarum pendek jam baru saja menyentuh angka 6, tetapi kami pergi meninggalkan homestay dengan peralatan renang di dalam tas. Hari ini seluruh anak akan snokerling dan bersih pantai di sekitaran Pulau Harapan, bersama petugas taman nasional. “Eh udah nyampe, mana mentornya kok belum ada Kay?” tanya Zaky sambil bergerak maju mundur menggerakan ayunan. Ternyata kami datang terlalu cepat, untungnya ada kelompok Zaky yang sudah lebih dulu sampai. Tidak lama satu-persatu kelompok sampai disertai mentor. Tapi, belum ada orang dari pihak taman nasional yang sampai.
Cerahnya langit menyambut kedatangan kami di Pulau Harapan. Hari ini jadwal kami tidak terlalu padat, hanya briefing dan makan siang di kantor Taman Nasional Kepulauan Seribu, karena Pulau Harapan adalah salah satu bagian dari TN. 2 thermos berisi nasi dan berbagai macam lauk habis disikat anak-anak dalam sekejap. Keluarga untuk aku, Vyel, Naufal dan Alev adalah Pak Askar. Rumah yang kutinggali menurutku lebih tinggi dari ekspetasiku. Awalnya terbayang rumah 1 kamar dengan kamar mandi yang tidak bisa ditutup dan tanpa kipas angin. Ternyata kami mendapatkan sebuah homestay! Lantai keramik, 1 kamar dengan AC dan 1 lagi dengan kipas angin dan kamar mandi yang terang, bersih, dan pintunya bisa dikunci. Karena kami berempat, diputuskan untuk tidur berdua. Aku dengan Alev, Naufal dengan Vyel. Tetapi AC memiliki magnet yang sangat kuat dibandingkan luasnya kasur, Alev lebih memilih untuk berdesak-desakan dengan yang lain di kamar AC. Sementara aku tidur sendiri di kamar satu lagi. Saking luasnya kasurku, malam-malam aku bisa berguling tanpa menendang orang lain. “Tettttt” suara klakson kapal terdengar sangat kencang, mempertegas kepergian kami dari Pelabuhan Sunda Kelapa ke Pulau Harapan. Selama 4 hari ke depan, ketenangan Pulau Harapan akan diganggu oleh segerombolan anak OASE yang siap mengeksplor karena kita anak SGM Eksplor.
Kapal kami menempuh waktu 6 jam sampai ke Pulau Harapan. Kapalnya yang sangat besar tampaknya membuat kami tidak merasakan goncangan dari ombak di luar, rasanya tenang sekali. Tetapi itu HANYA di luar, dalam kapal persis seperti pasar tumpah ruah, barang dimana-mana, dan berisiknya bukan main! Dibandingkan perjalanan tahun lalu kali ini lebih parah berisiknya. Lantai bawah yang harusnya tempat untuk tidur, menjadi tempat manggung para girlband korea kw. Lagu yang dinyanyikan sama semua, dengan suara yang kencang dan tidak merdu, dan yang paling parah adalah… YUDHIS JUGA JOGED. Setiap hari, dari senin sampai jumat ayahku menembus kemacetan JORR. Jika dihitung perjalanan dari rumah sampai kantornya di Rempoa disaat-saat macet mencapai 2-3 jam. Itulah yang membuat ayahku sempat berpikir ingin berganti kantor.
Ayahku adalah lulusan Tehnik Lingkungan ITB yang dengan ajaibnya bisa menjadi customer service di perusahaan internet provider di Bandung. Sejak tahun 1995, ayahku dipindah-pindah perusahaan, namun masih di grup yang sama. Terakhir ia bekerja sebagai direktur operasional di perusahaan Sisnet Mitra Sejahtera. Jika ditanya apa saja yang ayah lakukan, dengan santai dia menjawab memastikan semua berjalan lancar. Ayah bertanggung jawab dengan para anak buahnya juga customer. Perusahaannya fokus ke solusi yang berkaitan tentang ATM sehingga customer bisa fokus berbisnis dengan nasabah. Dengan makin banyaknya ATM, pastinya makin banyak perusahaan seperti ini. Kiat utamanya untuk bersaing dengan yang lain adalah dengan mencoba efisien, optimal dan inovatif. Dengan kiat ini selama melayani customer, banyak yang percaya dan puas dengan hasilnya, “Relatiflah, kalau menurut ayah cukup layak, karena masih bisa menabung dan untungnya keluarga mengerti” pendapat ayah tentang apakah dibayar dengan layak oleh perusahaan. Ayah juga sudah merasa nyaman dengan kultur dan keluarga mendukung sehingga ayah semakin teguh untuk tidak berganti pekerjaan. Berapa hari ini headline berita di media cetak dan online adalah pencabutan moratorium Pulau Reklamasi di Teluk Jakarta oleh Pak Luhut, menteri kemaritiman. Ia bersikeras untuk mencabutnya dan membiarkan pembangunan kembali berjalan. Aku memang mengikuti perkembangan tentang pulau-pulau ini karena Teluk Jakarta berada di Jakarta, dari internet aku juga mendapat info bahwa pembangunan ini menyebabkan banjir di Kota Jakarta dan kerusakan ekosistem di sekitaran pulau.
Penulusuranku di Youtube membawaku ke sebuah video berjudul “Rayuan Pulau Palsu” yang diunggah oleh Watchdoc Documentary. Video ini adalah dokumentasi tentang dampak dari pulau-pulau reklamasi ini dari perspektif nelayan di Muara Angke. Aku suka video ini karena dibuat dalam bahasa indonesia, aku juga jadi tahu lebih banyak tentang para nelayan di Muara Angke. Sinematografinya juga menarik untukku. Aku paling suka saat mereka menggunakan drone, karena semua terlihat. Alurnya pun tidak membuat mengantuk seperti film lainnya, sehingga durasi 1 jam tidak terasa lama. Peta Hijau Pulau <….> Oleh Mikail Kaysan Leksmana Apa itu Peta Hijau? Peta hijau adalah peta tentang elemen kehidupan keberlanjutan, alam, dan budaya di suatu kawasan. Baik yang bersifat positif maupun negatif. Dibuat oleh komunitas atau masyarakat setempat dengan menggunakan sistem ikon peta hijau (green map sytem) [1] Latar Belakang Beberapa tahun kebelakangan ini jumlah wisatawan di kepulauan seribu meningkat. Dulu kebutuhan energi, air, dan lahan di kepulauan seribu hanya untuk para penduduk lokal. Tapi sekarang dengan bertambahnya wisatawan tentunya semakin banyak kebutuhannya. Para penduduk di Pulau Harapan yang diwawancarai oleh Putri Wulandari [2] mengatakan bahwa dengan semakin banyak turis, pohon sukun mulai tergantikan dengan genteng. sekarang lebih mudah menemukan berbagai macam sampah dibandingkan ikan yang 20 tahun lalu masih banyak di pinggir pantai, yang paling miris ikan hasil tangkapan nelayan bukan untuk konsumsi sendiri, melainkan untuk turis. Oleh sebab itu pada Eksplorasi 2017 di Kepulauan Seribu aku ingin menelusuri pengaruh turis terhadap kebutuhan energi dan air, serta keberadaan ruang terbuka hijau. Serta bagaimana cara para warga lokal “bertahan” sampai sekarang. Harapannya melalui peta hijau yang kubuat, bisa membuat warga lokal mengetahui potensi dan acaman yang dihadapi pulau tempat tinggalnya. Wisatawan pun menjadi lebih peduli ketika berwisata ke pulau. Tujuan Mengetahui praktek-praktek yang mendukung dan mengancam kelestarian pulau, terkait penggunaan energi dan air, serta ruang terbuka hijau. Rencana Kegiatan
Beberapa contoh elemen yang akan dicari dan dipetakan Hasil
Referensi
|