Early in 2017 my mom told me about American Birding Association (ABA) Young Birder of the Year Contest and asked me if I want to join as my learning project. I decided to give a try because I want to try something new. I entered for junior category (10-13 yo) and decided to do three out of five modules: (i) field notebook, (ii) community leadership, and (iii) photography. The biggest challenge for me that make me think twice is the compulsory field notebook module. I usually keep birds checklist, share the bird pictures after my birding trip, and blog about the journey. But I do not keep a detail handwriting field notebook. In addition the field notebook needs to be written in English. But out of my expectation, I really enjoyed it, especially when we need to sketch the bird. I learnt a lot from Community Leadership Module. I organized bird walk to promote urban birdwatching to children of Jakarta age 9-16 years old. That was my first experience guiding a group. I actually felt quite nervous but the participants were very eager to learn and we had a great day. My mom helped me a lot in handling the group, she is an experienced children facilitator. My mom helps me a lot. I think 1/3 work I made for this contest is from my mom. I have difficulty to write in English, because my first language is Bahasa Indonesia and I rarely use English. I also get support from several experienced birder, such as Ady Kristanto, Imam Taufiqurrahman from Indonesia Bird Atlas, and Nuruliati Yuwono. I am really grateful for all people that help me trough out the process until I can finished this contest and submitted the following modules on October 14, 2017. Finally....after 4 months waiting, here comes the results. View a complete list of the 2018 Young Birder of the Year Contest results here, including winners of each module.
Field Notebook ModuleCommunity Leadership ModulePhotography ModuleMENGAMATI BURUNG DI KOTA BERSAMA ANAK-ANAK MELALUI #AMATIJAKARTAMikail Kaysan Leksmana & Shanty Syahril GARASI, Jakarta Timur 13940 Konferensi Peneliti dan Pemerhati Burung Indonesia ke-4 Universitas Negeri Semarang, 8 Februari 2018 Abstrak#AmatiJakarta adalah inisiatif penulis untuk mengajak anak-anak usia 9-16 tahun yang tinggal di Jabodetabek mengamati burung-burung yang hidup di kota tempat tinggalnya. #AmatiJakarta muncul karena penulis telah merasakan asyiknya mengamati burung. Sayangnya selama empat tahun penulis aktif ikut pengamatan, jarang sekali bertemu anak-anak yang seumur dengan penulis. Ada dua jenis aktivitas yang dilakukan di bulan Juli s.d. September 2017, yaitu (i) pengamatan burung di taman/hutan kota pilihan penulis (4 lokasi), dan (ii) menemani anak yang mengajak pengamatan burung di sekitar rumahnya (3 lokasi). Promosi kegiatan dilakukan melalui media sosial. Penulis juga menyiapkan lembar aktivitas pengamatan dan board game untuk membantu peserta lebih mengenal burung yang diamati serta lebih akrab dengan sesama peserta. Secara keseluruhan aktivitas pertama diikuti oleh 12 anak. Ada dua anak yang telah mengikuti aktivitas pertama yang kemudian mengundang penulis untuk menemani pengamatan di sekitar rumahnya (aktivitas kedua). Tiga kali kegiatan pengamatan di sekitar rumah juga menambah peserta baru, karena pengundang mengajak lagi teman-temannya yang lain dan ada juga pengundang yang baru pertama kali pengamatan. Secara total inisiatif #AmatiJakarta ini telah menyentuh 20 anak usia 9-13 tahun. Sebagian besar peserta merespon positif inisiatif #AmatiJakarta. Penulis menerima permintaan dari peserta yang antusias untuk melanjutkan inisiatif #AmatiJakarta.
Kata Kunci: taman, rumah, board game, YUK IKUTAN KUIS! BERHADIAH BUKU versi CETAK bagi seorang yang beruntung
Kalau sudah baca bukunya, pasti bisa jawab pertanyaan ini
Berbagi cerita mengamati burung di acara peringatan Hari Pendidikan Nasional 2016 (lihat di menit 21:30)
Catatan Kak Panji Gusti Akbar Suara Anak 5: Menjadi Pengamat Burung, Anak Ini Belajar, Berkarya dan Mendapat Penghasilan16/4/2016 Diposting oleh: Bukik Setiawan http://temantakita.com/pengamat-burung/ Kaysan membuktikan menekuni apapun, termasuk jadi pengamat burung, bisa membuat dirinya belajar, berkarya dan mendapat penghasilan. Ini ceritanya Pengamat burung adalah profesi langka. Siapa yang mau menunggu berjam-jam hanya untuk mengamati burung? Kecintaan pada alam yang membuat Kaysan, atau lengkapnya Mikail Kaysan Leksmana, bisa betah menanti hadirnya burung untuk diamatinya. Dengan menjadi pengamat burung, Kaysan menyadari burung-burung yang ada di sekitar, yang mungkin kita abaikan selama ini. Kegiatan mengamati burung telah dikenalnya sejak usia 4 tahun dan ditekuninya sejak tahun 2013. Ia pun mengajak teman-temannya untuk menjadi pengamat burung. “Awalnya mereka (teman-temannya) menganggap burung itu untuk dimakan, ditembak atau digoreng. Akhirnya selama dua minggu, saya mengajak mereka mengamati dan saat selesai mereka sadar bahwa burung itu lebih indah bila dilihat di alam,” Kaysan, presentan #SuaraAnak 5. Sebuah inisiatif yang layak dipuji karena mengubah nafsu manusia terhadap alam menjadi sikap menghargai alam. Setelah berperan sebagai pengamat burung selama beberapa waktu, Kaysan berhasil mendapatkan penghasilan dari berjualan kartu ucapan foto burung. Penghasilannya tersebut digunakannya untuk membiayai perjalanannya mengamati burung. Ia kini telah berhasil membuat portofolio yang berisi daftar 246 burung yang telah berhasil diamatinya. Oleh : Rudyanto - 15:13 WIB - Selasa , 09 Februari 2016
https://beritagar.id/artikel/telatah/memetakan-burung-menyatukan-nusantara Beritagar.id - Peta keanekaragaman hayati wajib dimiliki setiap negara, terutama negara yang kaya akan keanekaragaman hayati seperti Indonesia. Peta tersebut penting untuk mengelola kekayaan alam sebuah negara. Dengan keanekaragaman jenis satwa burung terbesar keempat di dunia setelah Kolumbia, Peru, dan Brasil, Indonesia sudah seharusnya memiliki peta sebaran semua jenis burung. Peta tersebut bisa digabungkan menjadi satu dalam sebuah atlas yang kemudian dapat dijadikan salah satu referensi utama dalam upaya mengelola keanekaragaman jenis burung di Indonesia. Ironisnya hingga saat ini Indonesia belum memiliki atlas burung seperti yang dimaksud. Pembuatan atlas burung adalah salah satu agenda pembahasan Konferensi Nasional Peneliti dan Pengamat Burung di Indonesia yang kedua, yang diselenggarakan oleh Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada 4-6 Februari 2016. Dalam konferensi yang dihadiri oleh sekitar 300 peneliti dan pengamat burung tersebut, dibahas berbagai hal, dari burung di habitat alami dan di habitat yang dimodifikasi, burung dan manusia, metoda penelitian, perburuan dan perdagangan burung, hingga pembuatan atlas burung. Sejak awal 1990-an di Indonesia, telah bermunculan para pengamat burung (birdwatcher) di Indonesia, dan pertumbuhan jumlah pengamat burung tersebut mulai memuncak pada awal tahun 2000-an. Jika pada awal tahun 1980-an hanya ada kurang dari 10 kelompok pengamat burung, sekarang ada sekitar 90an kelompok yang tersebar di seluruh Indonesia. Walaupun jumlahnya masih minim untuk ukuran negara seluas dan sekaya Indonesia, tetapi energi yang tumbuh ini sudah dapat menjadi bibit bagi munculnya gerakan citizen science untuk melestarikan burung di alam. Terbukti dalam Konferensi Nasional Peneliti dan Pengamat Burung di Indonesia yang kedua tersebut, sesi mengenai pembuatan atlas burung paling ramai diminati, bahkan terus berlanjut hingga konferensi selesai. Saat ini, upaya pembuatan atlas burung yang idenya sudah mulai muncul mulai 2013, telah mampu menghimpun lebih dari 8.000 catatan (records) untuk 649 jenis burung, yang datanya berasal dari 1.800-an relawan kontributor. Kegiatan yang lantas diberi tag-line "Memetakan Burung, Menyatukan Nusantara" ini memang kegiatan berbasis relawan (voluntary based), dan bisa dikatakan inilah kegiatan sukarela terbesar di Indonesia sampai saat ini yang berkaitan dengan upaya pelestarian burung di alam. Kemampuan para pengamat burung Indonesia sudah tidak lagi dapat dipandang sebelah mata. Kontribusi mereka dalam perkembangan dunia ornithologi (ilmu yang mempelajari tentang burung) di Indonesia tampak jelas dari makalah-makalah yang disajikan dalam Konferensi Nasional Peneliti dan Pengamat Burung di Indonesia yang kedua. Sebagian besar pengamat burung ini berlatar belakang ilmu pengetahuan alam (biologi dan kehutanan), tetapi banyak juga dari mereka yang berlatar belakang ilmu-ilmu lain. Pengamat burung air yang dianggap terbaik di Indonesia saat ini justru berlatar belakang ilmu teknik. Ada pula yang berprofesi sebagai jaksa tetapi piawai dalam pengamatan burung di hutan. Dari segi usia mereka juga sangat beragam. Pemakalah termuda dalam konferensi kali ini baru berumur 12 tahun dan ia dengan fasih memaparkan hasil pengamatannya di dua lokasi dengan habitat yang telah dimodifikasi. Pemakalah termuda ini, Mikail Kaysan Leksmana, menjelaskan bahwa ia bermaksud memetakan burung-burung di sekitar rumahnya, serta melihat apa saja yang memengaruhinya sebagai kegiatan pribadinya (personal project) pada 2016. Sesuatu hal yang tampaknya sederhana, tetapi masih amat sangat jarang dilakukan di Indonesia. Justru kegiatan-kegiatan sederhana seperti inilah yang sangat diperlukan untuk menjawab pertanyaan sangat mendasar, kita punya apa, berapa banyak dan di mana saja adanya, sebelum membuat pernyataan bahwa negara kita sangat kaya dengan keanekaragaman hayati. Lantas, apa yang hendak diperoleh dari pembuatan atlas burung tersebut, selain sebagai wadah penampung data yang dihasilkan oleh para pengamat burung di Indonesia? Seperti telah disebutkan di atas, atlas ini dapat menjadi salah satu referensi utama dalam upaya pengelolaan keanekaragaman jenis burung di Indonesia. Syarat utama dalam pengelolaan keanekaragaman hayati (termasuk burung) adalah mengetahui apa saja yang dimiliki dan di mana letaknya. Peta jenis burung dan di mana saja lokasinya menjadi sangat penting, terutama jika ada keterbatasan sumberdaya untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Dengan mengetahui jenis dan lokasinya, kita dapat memutuskan keanekaragaman hayati mana atau daerah mana yang perlu mendapat prioritas. Kita juga dapat menentukan apa saja jenis keanekaragaman hayati yang terancam punah dan layak diberi prioritas dibandingkan dengan keanekaragaman hayati yang masih "aman". Kita juga dapat menentukan daerah mana saja yang mempunyai keanekaragaman hayati yang terancam punah, unik, dan layak mendapat prioritas dibanding daerah yang masih atau sudah "aman". Indonesia dilimpahi kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi tetapi memiliki sumberdaya untuk upaya pelestarian alam yang relatif kecil (baik jumlah dana maupun jumlah orang/ahli). Adanya atlas burung menjadi sangat penting sebagai alat untuk membantu para pengambil keputusan dalam mengalokasikan sumber daya bagi upaya pelesatrian burung di alam. Hingga saat ini Indonesia belum tuntas mengetahui apa saja kekayaan burung yang dimiliki, serta di mana saja letaknya. Eksplorasi ilmiah yang dilakukan jumlahnya juga masih sangat terbatas dengan berbagai alasan. Sementara ada ribuan pengamat burung yang peduli dan memiliki kemampuan untuk membantu yang menutupi kekurangan tersebut melalui gerakan citizen science, seperti halnya pembuatan Atlas Burung Indonesia. Walaupun relatif masih baru dan yang terlibat juga relatif masih sedikit dibandingkan dengan luas wilayah yang harus dicakup serta begitu banyaknya jenis burung di Indonesia, tetapi sudah ada beberapa peta yang bisa dikatakan jadi dan siap dilepas untuk dimanfaatkan oleh siapa pun yang memerlukannya. Peta distribusi Elang jawa misalnya. Sang Garuda yang hanya terdapat di Pulau Jawa ini data penyebarannya bisa dikatakan telah lengkap, demikian pula dengan data beberapa jenis burung endemik Indonesia (jenis burung yang di dunia hanya ada di Indonesia saja), seperti Gelatik jawa, Trulek jawa, Jalak bali, Sikatan damar, dan Seriwang sangihe. Selain untuk memperkuat data dan menambah pengetahuan, kegiatan Atlas Burung Indonesia yang diikuti para relawan pengamat maupun peneliti burung ini diharapkan mampu menjadi ajang pertukaran data, pengetahuan dan gagasan. Kegiatan seperti ini diharapkan mampu menyatukan para peneliti dan pengamat burung di Indonesia yang pada akhirnya dapat memberikan sumbangan nyata bagi upaya pelestarian alam, khususnya burung, di Indonesia. |
KATALOG KARTUGenius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration. Tentang AkuNamaku Kaysan. Belajar melalui pengamatan alam, perjalanan, dan berinteraksi dengan banyak orang.
Menyimpan jurnal perjalanan dan foto. Berbagi cerita lewat blog ini, instagram, dan video #OASEmenit KategoriPROJEK 2020
Kelas Rahasia Di Balik Gambar Kelas Menulis Kak Irma Kelas Filsafat #MasaPandemi BURUNG Lifelist JBW Birdrace #AmatiJakarta KLUB OASE Pramuka OASE Media Juru Rupa PERJALANAN Australia 2014 Banyumas 2019 Cirebon 2014 Garut 2014 Kupang 2017 Lombok 2016 Malang 2017 Sumba Yogyakarta Sehari Arsip
September 2021
Indeks
All
|